Shalat Berjama'ah (ke-8) Tentang Ma'mum Masbuq
Shalat Berjama'ah (ke-8)
Assalamu ‘Alaikum Wr Wb
Salam 234, dalam kajian berikut saya akan
mengetengahkan hasil dari kegiatan Jihad Pagi MTA Pusat Surakarta yang memberi
pelajaran kepada saya tentang Shalat Berjamaah bagian yang kedelapan. Brosur
ini saya simpan di sini dengan maksud agar tidak mudah hilang dan bisa saya
buka sewaktu-waktu. Adapun bagi sahabat dan teman-teman yang menginginkan
Brosur Aslinya bisa menghubungi MTA Pusat Surakarta, atau juga bisa Download di
bagian yang saya sediakan.
#brosurjihadpagi#
Ahad,
13 Desember 2020/28 Rabiul akhir 1442
~
Brosur
No. : 2033/2073/IF
~
Shalat Berjama'ah
(ke-8)
Tentang
Ma’mum Masbuq
Beberapa
pengertian
Sebelum kita membahas tentang ma’mum masbuq, ada baiknya kita
mengetahui dulu beberapa pengertian yang terkait dengan hal itu, karena ma’mum
masbuq adalah keadaan dimana seseorang itu terlambat dalam mengikuti shalat
berjama’ah.
Shalat
Secara bahasa berarti do’a, tetapi yang dimaksud shalat menurut
istilah ialah ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang
dimulai dengan takbiratul ihram dan disudahi dengan salam, dan memenuhi
beberapa syarat dan rukunnya yang telah ditentukan Allah SWT.
Shalat berjama’ah.
Jama’ah pengertiannya adalah bersama-sama, yang satu jadi imam dan
yang lain menjadi ma’mum. Apabila ada dua orang atau lebih shalat bersama-sama,
dan salah seorang diantara mereka diikuti oleh yang lainnya, yang demikian itu
disebut shalat berjama’ah. Orang yang diikuti disebut imam, dan orang yang
mengikuti disebut ma’mum.
Ma’mum masbuq
Masbuq artinya ketinggalan. Ma’mum masbuq
adalah ma’mum dalam shalat berjama’ah, namun si ma’mum mulai shalatnya tidak
sejak awwal, sehingga ma’mum tersebut tidak sempurna membaca Al-Fatihah beserta
imam di rekaat pertama.
Tentang mendapatkan fadlilah shalat
berjama’ah
Untuk mendapatkan fadlilah shalat
berjama’ah, ini bisa diperoleh dengan cara ma’mum ikut bersama imam dalam shalatnya, walaupun ia hanya
mendapatkan duduk yang terakhir sebelum salam. Berdasarkan hadits :
~
Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Apabila kalian mendengar iqamah,
berjalanlah (menuju masjid) untuk shalat, dan hendaklah kalian datang dengan
tenang dan tunduk, dan janganlah tergesa-gesa. Apa yang kalian dapatkan shalat
(bersama imam) maka shalatlah (bersama imam), dan apa yang kalian ketinggalan
maka sempurnakanlah”. [HR. Bukhari juz 1, hal. 156]
~
Diriwayatkan dari seorang penduduk
Madinah, dari Nabi SAW bahwa beliau mendengar suara sandal pada saat sedang
sujud. Setelah selesai shalat, beliau bertanya, “Siapakah orang yang tadi aku dengar
suara sandalnya ?”. Ia menjawab, “Saya, ya Rasulullah”. Beliau bertanya, “Apakah yang kamu lakukan ?”. Ia menjawab, “Saya mendapati engkau sujud, maka
akupun sujud”. Mendengar hal itu beliau bersabda, “Seperti itulah yang seharusnya kalian
lakukan, namun jangan kalian hitung satu rekaat. Barangsiapa yang mendapati aku
ruku’, berdiri atau sujud maka hendaklah ia
mengikuti keadaanku pada saat itu”. [HR. Ibnu Abi Syaibah, juz 1, hal. 227, no. 2601]
Dengan dasar hadits-hadits tersebut
dapat dipahami bahwa ma’mum masbuq tetap mendapatkan pahala
shalat berjama’ah, tetapi pahalanya tidaklah seperti
pahala orang yang mengikuti jama’ah sejak awwal. Walloohu a’lam.
Ma’mum mendapatkan ruku’
bersama imam,
apakah sudah dihitung mendapat satu rekaat ?
Ulama berbeda pendapat tentang ukuran
seorang ma’mum mendapat satu rekaat bersama imam.
Tentang hal ini ada dua pendapat :
Pendapat pertama, ma’mum
yang mendapatkan ruku’
bersama imam sudah
dihitung mendapat satu rekaat. Alasan mereka sebagai berikut :
~
Dari Abu Hurairah
bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang mendapatkan satu ruku’
dari shalat, maka
ia telah mendapatkan shalat itu”. [HR. Bukhari juz 1, hal. 145]
~
Dari Abu Hurairah
bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mendapatkan satu ruku’
dalam shalat
(sebelum imam menegakkan punggungnya) maka ia telah mendapatkan shalat itu”. [HR. Ibnu Khuzaimah juz 3, hal. 45, no. 1595, dla’if karena dalam sanadnya ada perawi bernama Qurrah bin ‘Abdur Rahman].
~
Dari Abu Hurairah,
ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Apabila kalian datang untuk shalat
sedang kami dalam keadaan sujud, maka bersujudlah kalian. Dan janganlah
dihitung (satu rekaat). Dan barangsiapa mendapatkan satu ruku’,
berarti ia mendapatkan shalat itu". [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 236, no. 893, dla’if karena
dalam sanadnya ada perawi bernama Yahya bin Abi Sulaiman].
~
Dari Abu Bakrah
bahwasanya ia mendapati Nabi SAW sedang ruku’, maka ia ikut ruku’
sebelum sampai
pada shaff. Lalu ia menyampaikan hal itu kepada Nabi SAW. Maka beliau SAW
bersabda, “Semoga Allahmenambahkan kebaikan atas
semangatmu, dan jangan kamu ulangi”. [HR. Bukhari juz 1, hal. 190]
~
Dari Al-Hasan
bahwasanya Abu Bakrah datang (di masjid), ketika Rasulullah SAW sedang ruku’, maka ia ikut ruku’
sebelum sampai di
shaff, kemudian ia berjalan menuju shaff. Setelah Nabi SAW selesai shalat,
beliau bersabda, “Siapa diantara kalian yang ruku’
sebelum sampai di
shaff, kemudian berjalan ke shaff ?”. Maka Abu Bakrah menjawab, “Saya”. Maka Nabi SAW bersabda, “Semoga Allah menambah kebaikan
kepadamu atas semangatmu, dan jangan kamu ulangi”. [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 182, no.
684]
~
Dari Ibnu ‘Umar, ia mengatakan, “Barangsiapa mendapati imam sedang ruku’, lalu ikut ruku’
sebelum imam
mengangkat kepalanya, maka ia telah mendapatkan rekaat itu”. [HR. Baihaqi juz 2, hal. 90]
~
Dari Zaid bin Wahab,
ia berkata, “Aku keluar bersama ‘Abdullah, yakni Ibnu Mas’ud dari rumahya menuju masjid. Ketika
kami sudah sampai di bagian tengah masjid, imam ruku’, maka ‘Abdullah bin Mas’ud bertakbir kemudian ruku’, dan akupun ikut ruku’
bersamanya.
Kemudian kami berjalan sambil ruku’ sehingga sampai ke dalam shaff ketika
orang-orang sudah mengangkat kepala mereka. Setelah imam menyelesaikan shalat,
aku bangkit, karena aku mengira belum mendapatkan satu rekaat. Namun ‘Abdullah menarik tanganku dan
mendudukkanku sambil berkata, “Sesungguhnya engkau telah mendapatkan
(rekaat itu)”. [HR. Baihaqi juz 2, hal. 90]
~
Dari Ibnu Syihab, ia berkata :
Mengkhabarkan kepadaku Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif, bahwasanya ia melihat
Zaid bin Tsabit masuk ke dalam masjid pada saat imam sedang ruku’. Kemudian ia berjalan supaya
memungkinkan baginya untuk mencapai shaff dalam keadaan ruku’, maka ia bertakbir lalu ruku’, kemudian ia berjalan sambil ruku’
sehingga sampai di
shaff. [HR. Baihaqi
juz 2, hal. 90]
Keterangan :
Dengan dasar hadits dan riwayat di
atas mereka memahami perkataan “rak’atan” diartikan
ruku’, dan mereka memahami “walaa ta’ud” dengan
jangan mengulangi shalat, sehingga apabila ma’mum masbuq mendapatkan ruku’ bersama
imam, maka sudah dihitung mendapat satu rekaat.
Pendapat kedua, ma’mum
masbuq yang tidak mendapatkan Al-Fatihah tidak dihitung satu rekaat, meskipun
mendapatkan ruku’ bersama imam, dengan alasan :
~
Dari ‘Ubadah bin Shaamit bahwasanya
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak (sah) shalat bagi orang yang
tidak membaca Al-Fatihah”. [HR. Bukhari juz 1, hal. 184]
~
Dari ‘Ubadah bin Shaamit bahwasanya
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak (sah) shalat bagi orang yang
tidak membaca Ummul Qur’an (Al-Fatihah)”. [HR. Muslim juz 1, hal. 295, no. 36]
~
Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW,
beliau bersabda, “Apabila kalian mendengar iqamah,
berjalanlah (menuju masjid) untuk shalat, dan hendaklah kalian datang dengan
tenang dan tunduk, dan janganlah tergesa-gesa. Apa yang kalian dapati shalat
(bersama imam) maka shalatlah bersama imam, dan apa yang kalian ketinggalan
maka sempurnakanlah”. [HR. Bukhari juz 1, hal. 156]
Keterangan :
Berdasarkan hadits-hadits di atas
mereka memahami bahwa ma’mum masbuq yang mendapatkan ruku’ bersama imam, belum dihitung satu rekaat, karena tidak
mendapatkan Al-Fatihah, sedangkan Al-Fatihah adalah salah satu rukun shalat,
artinya : kalau rukun tidak dikerjakan maka shalatnya tidak sah. Apabila ma’mum masbuq mengalami yang demikian itu, maka ketika imam
salam, ia tidak ikut salam, tetapi setelah imam salam, ia bangkit untuk
menyempurnakan rekaat yang kurang tadi.
Penjelasan :
1.
Dalam hal ini kami sependapat dengan pendapat kedua, dengan alasan sebagaimana
di atas.
2.
Adapun hadits
~
Dari Abu Hurairah, bahwasanya
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mendapatkan satu rekaat dari
shalat Shubuh sebelum matahari
terbit, maka berarti dia telah mendapatkan shalat Shubuh itu (keseluruhannya).
Dan barangsiapa mendapatkan satu rekaat dari shalat
‘Ashar sebelum matahari terbenam, maka berarti dia telah mendapatkan shalat
‘Ashar itu (keseluruhannya)”. [HR.
Muslim juz 1, hal. 424, no. 163]
3. Memang rak’ah bisa berarti ruku’
kalau ada qarinah yang membawa kepada arti tersebut, seperti hadits di bawah
ini :
~
Dari
Abu Hurairah, ia berkata, “Adalah Rasulullah SAW apabila berdiri shalat, beliau bertakbir
ketika berdiri, kemudian bertakbir ketika ruku', kemudian membaca “Sami'alloohu liman hamidah” ketika mengangkat tulang belakangnya
(ketika bangkit) dari ruku', kemudian membaca “Robbanaa lakal-hamdu”
dalam keadaan berdiri.
Kemudian beliau bertakbir ketika menunduk sujud. [HR. Ahmad, juz 3, hal. 470, no. 9858]
~
Dari
‘Aisyah bahwasanya Nabi SAW membaca
jahr dalam shalat gerhana dan beliau shalat dengan empat
kali ruku’ dan empat kali sujud
dalam dua raka'at.
[HR. Muslim juz 2, hal. 620, no. 5]
Tetapi
selama tidak ada qarinah atau sebab-sebab yang memalingkan kata rak’ah kepada
arti ruku’, maka rak’ah artinya adalah rekaat.
4. Adapun memahami sabda Nabi SAW
kepada Abu Bakrah ( wala ta'ud ) itu dengan “dan jangan kamu ulangi
shalatmu, karena shalat itu sudah sempurnya”, pemahaman tersebut tidak tepat.
Karena maksud Nabi SAW itu adalah, “lain kali jangan kamu ulangi perbuatan
seperti itu”, yaitu takbir (sebelum sampai di shaff), lalu ikut ruku’ di luar
shaff, kemudian berjalan menuju shaff dalam keadaan ruku’.
5. Ada lagi yang
mengambil dasar “mendapatkan ruku’ bersama imam ini dihitung satu rekaat”,
dengan berdasar hadits riwayat Abu Dawud, yang disebutkan dalam buku Fiqh Islam
oleh H. Sulaiman Rasyid halaman 114, bab Hukum Masbuq :
~
Apabila seseorang diantara kamu datang
untuk shalat sewaktu kami sujud, hendaklah kamu sujud, dan janganlah kamu
hitung itu satu rekaat; dan barangsiapa mendapati ruku’
beserta imam, maka ia telah
mendapat satu rekaat.
[HR. Abu Dawud]
Mengambil dasar dengan hadits tersebut
tidak benar, karena lafadh tersebut dalam kitab Sunan Abu Dawud tidak ada.
(Sudah kami cari dalam Sunan Abu Dawud, tidak kami temukan).
6. Adapun perbuatan shahabat Zaid bin
Tsabit, Ibnu Mas’ud dan lainnya, melakukan ruku’ di luar shaff, lalu sambil
ruku’ berjalan menuju shaff, itu tidak bisa dijadikan dasar untuk diikuti,
karena seandainya riwayat itu betul, maka pemahamannya adalah sebagai berikut :
Beliau-beliau itu
melakukan ruku’ di luar shaff lalu sambil ruku’ berjalan menuju shaff itu tentu
tidak sepengetahuan Nabi SAW (memang dalam riwayat itu tidak ada qarinah yang
menunjukkan bahwa hal itu dilakukan dengan sepengetahuan Nabi SAW), dan
ternyata ketika Abu Bakrah melakukan demikian dan diketahui oleh Rasulullah
SAW, maka beliau melarangnya. Pemahaman ini dikuatkan dengan riwayat sebagai
berikut :
~
Dari Al-A’raj,
ia berkata : Aku bertanya kepada Abu Hurairah, “Apabila imam sedang ruku’
sedangkan aku belum sampai pada shaff, apakah aku boleh ruku’ (ketika itu) ?”. Maka Abu Hurairah memegang
kakiku, lalu berkata, “Tidak wahai A’raj, sehingga kamu sampai pada tempatmu di
shaff”. [HR. Ibnu
‘Abdil Barr dalam Al-Istidzkar juz 6, hal. 246, no 8834]
~
Dari
Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seseorang diantara kalian datang untuk
shalat, maka janganlah ruku’ di luar shaff sehingga ia berada
pada tempatnya di shaff”.
[HR. Ibnu ‘Abdil Barr dalam Al-Istidzkar juz 6, hal. 246, no. 8836]
Walloohu
a’lam.
~oO[ @ ]Oo~
Brosur
yang asli dapat (download di sini)