Berbagi itu indah

BAB VI Bela Negara dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia

 

https://drive.google.com/file/d/1ArzYI8sAzK5ruduBpupL62fPhI-DI5pZ/view?usp=sharing

 https://youtu.be/2S8lcUeEdwg
 https://youtu.be/XD71HomWrUM

 

A.    Makna Bela Negara

Dalam Pasal 27 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,dijelaskan bahwa setiap warga negara itu memiliki hak dan kewajiban dalam upaya pembelaan negara. Upaya bela negara, selain sebagai kewajiban dasar manusia juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa.

Selanjutnya, ditegaskan dalam Pasal 9 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara”. Kata “kewajiban” dalam ketentuan tersebut, mengandung makna bahwa dalam keadaan tertentu, negara dapat memaksa setiap warga negara untuk ikut serta dalam pembelaan negara.

Menurut UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, yang dimaksud dengan bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara.

Berdasarkan pengertian bela negara di atas, dapat dipahami bahwa membela negara itu bukan hanya tugas dan tanggung jawab dari aparat keamanan, seperti polisi atau TNI saja melalui teknik dan strategi militer, namun juga hak sekaligus kewajiban seluruh rakyat Indonesia dalam membela negara sesuai dengan kemampuan masing-masing untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia.

Inti dari upaya bela negara adalah kesediaan untuk memberikan sesuatu tanpa pamrih atau kerelaan berkorban untuk bangsa dan negara sebagai sebuah tindakan terbaik untuk melindungi, mempertahankan, serta memajukan bangsa. Dengan demikian, apa yang diungkapkan oleh John F. Kennedy bahwa ”Jangan tanyakan apa yang dapat dilakukan oleh negaramu untukmu, tapi tanyakan apa yang bisa kamu lakukan untuk negaramu!”, dapat diwujudkan sebagai bukti kecintaan terhadap tanah air. Bukan hanya mengharap sesuatu yang dapat diberikan oleh negara kepada kita, tetapi justru kita harus melakukan sesuatu untuk mengabdi kepada kemajuan dan kelangsungan hidup bangsa.

B.    Peraturan Perundang-undangan yang Mengatur Bela Negara

1.      UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

a.       Pasal 27 ayat (3) yang berbunyi: “ Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.

b.      Pasal 30 ayat (1) yang berbunyi: “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”.

c.       Pasal 30 ayat (2) yang berbunyi: “Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”.

d.      Pasal 30 ayat (3) yang berbunyi: “Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara”.

e.       Pasal 30 ayat (4) yang berbunyi: “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum”.

f.       Pasal 30 ayat (5) yang berbunyi: “Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang”.

2.      Ketetapan MPR

a.       Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Berdasarkan Ketetapan MPR tersebut, TNI dan Polri secara kelembagaan terpisah dengan peran dan fungsi masing-masing. Peran dan fungsi tersebut, di antaranya sebagai berikut.

1)      TNI adalah alat negara yang berperan dalam pertahanan negara.

2)      Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan.

3)      Dalam hal terdapat keterkaitan kegiatan pertahanan dan kegiatan keamanan TNI dan warga negara Republik Indonesia harus bekerja sama dan saling membantu.

b.      Tap MPR RI No. VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Peran TNI adalah sebagai berikut.

1)      TNI merupakan alat negara yang berperan sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2)      TNI sebagai alat pertahanan negara bertugas pokok menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

3)      TNI melaksanakan tugas negara dalam penyelenggaraan wajib militer bagi warga negara yang diatur dengan UU.

Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut.

1) Kepolisian Negara RI merupakan Kepolisian Nasional yang organisasinya disusun secara berjenjang dari tingkat pusat sampai tingkat daerah

2) Dalam menjalankan perannya Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memiliki keahlian dan keterampilan secara profesional.

3.      Undang-Undang :

a.       Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

b.      Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

c.       Undang-Undang Nomor. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

d.      Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 68, yang menyatakan bahwa setiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.

e.       Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan bahwa pertahanan menjadi salah satu bidang yang tidak diotonomikan kepada pemerintah daerah.

 C.    Perjuangan Mempertahankan Negara Kesatuan Republik  Indonesia

1.      Perjuangan Fisik Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Ancaman terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia setelah diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah kedatangan Belanda ke Indonesia. Belanda sebagai salah satu anggota Sekutu yang memenangkan Perang Dunia II, menyatakan berhak atas Indonesia karena sebelumnya mereka menjajah Indonesia. Mereka datang dengan membentuk Netherlands-Indies Civil Administration (NICA) dengan menumpang dalam Allied Forces Netherland East Indies (AFNEI).

Kedatangan Belanda dengan menumpang AFNEI mendapat perlawanan bangsa Indonesia. Apalagi setelah secara terang-terangan Belanda mulai menduduki wilayah Indonesia.

a.   Insiden Bendera di Surabaya

Pada tanggal 19 September 1945, di Surabaya terjadi peristiwa “Insiden Surabaya”. Insiden ini bermula dari beberapa orang Belanda mengibarkan bendera Merah Putih Biru pada tiang di atas Hotel Yamato, Tunjungan. Tentu saja tindakan ini menimbulkan amarah rakyat, yang kemudian mereka menyerbu hotel itu dan menurunkan bendera tersebut serta merobek bagian yang berwarna biru, lalu mengibarkan kembali sebagai bendera Merah Putih.

b.   Pertempuran Lima Hari di Semarang

Pertempuran terjadi mulai tanggal 15 Oktober 1945 sampai tanggal 20 Oktober 1945. Kurang lebih sebanyak 2.000 pasukan Jepang berhadapan dengan TKR dan para pemuda. Peristiwa ini memakan banyak korban dari kedua belah pihak. Bermula ketika kurang lebih 400 orang veteran AL Jepang yang akan dipekerjakan untuk mengubah pabrik gula Cepiring Semarang menjadi pabrik senjata, memberontak pada waktu dipindahkan ke Semarang kemudian menyerang polisi Indonesia yang mengawal mereka. Dr. Karyadi menjadi salah satu korban sehingga namanya diabadikan menjadi nama salah satu rumah sakit di kota Semarang sampai sekarang. Untuk memperingati peristiwa tersebut, pemerintah membangun sebuah tugu yang diberi nama Tugu Muda.

c.    Pertempuran Surabaya tanggal 10 November 1945

Terjadinya pertempuran di Surabaya, diawali oleh kedatangan atau mendaratnya brigade 29 dari divisi India ke-23 di bawah pimpinan Brigadir Mallaby pada tanggal 25 Oktober 1945. Namun, kedatangannya tersebut mengakibatkan terjadinya kerusuhan dengan pemuda karena adanya penyelewengan kepercayaan oleh pihak Sekutu. Pada tanggal 27 Oktober 1945, pemuda Surabaya berhasil memporak-porandakan kekuatan Sekutu. Bahkan, hampir menghancurkannya, kemudian untuk menyelesaikan insiden tersebut diadakan perundingan. Namun, pada saat perundingan, terjadi insiden Jembatan Merah dan Brigadir Mallaby tewas.

Pada tanggal 9 November 1945, tentara Sekutu mengeluarkan ultimatum yang isinya agar para pemilik senjata menyerahkan senjata kepada Sekutu sampai tanggal 10 November 1945 pukul 06.00. Ultimatum itu tidak dihiraukan oleh rakyat Surabaya. Akibatnya, pecahlah perang di Surabaya pada tanggal 10 November 1945, pemuda Surabaya melakukan perlawanan dengan menyusun organisasi yang teratur di bawah komando Sungkono.

Bung Tomo, melalui siaran radio, mengobarkan semangat perlawanan Pemuda Surabaya agar pantang menyerah kepada penjajah, misalnya slogan Revolusi ”merdeka atau mati”. Pertempuran ini merupakan pertempuran yang paling dahsyat yang menelan korban 15.000 orang. Peristiwa 10 November ini diperingati sebagai Hari Pahlawan oleh seluruh bangsa Indonesia.

d.   Pertempuran Ambarawa

Pertempuran ini diawali oleh kedatangan tentara Inggris di bawah pimpinan Brigjen Bethel di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945 untuk membebaskan tentara Sekutu. Setelah itu, menuju Magelang. Karena Sekutu diboncengi oleh NICA dan membebaskan para tawanan Belanda secara sepihak, maka terjadilah perlawanan dari TKR dan para pemuda. Pasukan Inggris akhirnya terdesak mundur ke Ambarawa. Dalam peristiwa tersebut, Letkol Isdiman gugur sebagai kusuma bangsa. Kemudian, Kolonel Sudirman sebagai Panglima Divisi Banyumas, terjun langsung dalam pertempuran tersebut. Pada tanggal 15 Desember 1945 tentara Indonesia berhasil memukul mundur Sekutu sampai Semarang. Karena jasanya, pada tanggal 18 Desember 1945, Kolonel Sudirman diangkat menjadi Panglima Besar TKR dan berpangkat Jendral. Sampai sekarang, setiap tanggal 15 Desember diperingati sebagai hari Infanteri.

e.    Pertempuran Medan Area

Pasukan Sekutu yang diboncengi oleh serdadu Belanda dan NICA di bawah pimpinan Brigadir Jenderal TED Kelly, mendarat di Medan pada tanggal 9 Oktober 1945. Pada tanggal 13 Oktober 1945, terjadi pertempuran pertama antara pemuda dan pasukan Belanda yang merupakan awal perjuangan bersenjata yang dikenal dengan Medan Area. Bentrokan antara rakyat dengan serdadu NICA menjalar ke seluruh kota Medan, dan tentara Sekutu mengeluarkan maklumat melarang rakyat membawa senjata serta semua senjata yang ada harus diserahkan kepada Sekutu. Pertempuran terus terjadi ke daerah lain di seluruh Sumatra, seperti di Padang, Bukittinggi, dan Aceh dengan peristiwa Krueng Panjol Bireuen sejak bulan November 1945.

f.    Bandung Lautan Api

Pada tanggal 21 November 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum pertama agar kota Bandung bagian utara dikosongkan oleh pihak Indonesia selambat-lambatnya tanggal 29 November 1945 dengan alasan untuk menjaga keamanan. Namun, ultimatum tersebut tidak diindahkan oleh para pejuang Republik Indonesia. Oleh karena itu, untuk kedua kalinya pada tanggal 23 Maret 1946, tentara Sekutu kembali mengeluarkan ultimatum supaya Tentara Republik Indonesia (TRI) mengosongkan seluruh kota Bandung. Pemerintah RI di Jakarta memerintahkan supaya TRI mengosongkan Bandung, tetapi pimpinan TRI di Yogyakarta menginstruksikan supaya Bandung tidak dikosongkan. Akhirnya, dengan berat hati TRI mengosongkan kota Bandung. Sebelum keluar dari Bandung pada tanggal 23 Maret 1946, para pejuang RI menyerang markas Sekutu dan membumihanguskan Bandung bagian selatan. Untuk mengenang peristiwa tersebut, Ismail Marzuki mengabadikannya dalam sebuah lagu yaitu Hallo- Hallo Bandung.

g.   Pertempuran Margarana

Pada tanggal 2-3 Maret 1946, Belanda mendaratkan pasukannya di Bali. Saat itu, Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai sedang mengadakan perjalanan ke Yogyakarta untuk mengadakan konsultasi dengan Markas Tertinggi TRI mengenai pembinaan Resimen Sunda Kecil dan cara-cara menghadapi Belanda. Sekembalinya dari Yogyakarta, kesatuan resimennya dalam keadaan

terpencar. I Gusti Ngurah Rai menggalang kekuatan dan menggempur Belanda pada tanggal 18 November 1945. Karena kekuatan pasukan tidak seimbang dan persenjataan yang kurang lengkap, akhirnya pasukan Ngurah Rai dapat dikalahkan dalam pertempuran “Puputan” di Margarana sebelah utara Tabanan Bali, hingga I Gusti Ngurah Rai gugur bersama anak buahnya.

h.   Perlawanan terhadap Agresi Militer Belanda

Belanda selalu berusaha menguasai Indonesia dengan berbagai cara. Berbagai perundingan yang dilakukan sering kali dilanggar dengan berbagai alasan. Untuk menguasai seluruh wilayah Indonesia, Belanda melancarkan agresi militer sebanyak dua kali. Agresi Militer I dilaksanakan pada tanggal 21 Juli 1947, dengan menguasai daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Indonesia secara resmi mengadukan agresi militer ini kepada PBB dan akhirnya atas tekanan resolusi PBB tercapai gencatan senjata.

 

Agresi kembali dilakukan pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir, dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini, menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara. Setelah Yogyakarta dikuasai Belanda, perlawanan bangsa Indonesia dilakukan dengan mengubah strategi dengan cara perang gerilya. Salah satu hasil perang gerilya adalah Serangan Umum tanggal 1 Maret 1949, yang dipimpin oleh Jenderal Sudirman. Serangan ini memberi dampak bagi dunia internasional tentang keberadaan NKRI.

i.     Perang Gerilya

Perlawanan bangsa Indonesia juga menggunakan strategi perang gerilya, yaitu perang dengan berpindah-pindah tempat. Sewaktu-waktu menyerang berbagai posisi tentara Belanda, baik di jalan maupun di markasnya. Salah satu perang gerilya, dipimpin oleh Jenderal Soedirman. Ia bergerilya dari luar kota Yogyakarta selama delapan bulan ditempuh kurang lebih 1.000 Km di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak jarang, Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam keadaan sakit keras. Setelah berpindah-pindah dari beberapa desa, rombongan Soedirman kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.

Kolonel A.H. Nasution, selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa, menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter yang kemudian dikenal sebagai Perintah Siasat Nomor I, salah satu pokok isinya ialah tugas pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal untuk menyusup ke belakang garis musuh dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga seluruh Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang luas.

Salah satu pasukan yang harus menyusup ke belakang garis musuh adalah pasukan Siliwangi. Pada tanggal 19 Desember 1948, bergeraklah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menuju daerah-daerah kantong yang telah ditetapkan di Jawa Barat. Perjalanan ini dikenal dengan nama Long March Siliwangi, yaitu sebuah perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai, mendaki gunung, menuruni lembah, melawan rasa lapar dan letih, serta dibayangi bahaya serangan musuh.

2.      Perjuangan Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesiamelalui Jalur Diplomasi

a. Perjanjian Linggarjati

Perundingan Linggarjati adalah suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat pada tanggal 10-15 November 1946 yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada tanggal 15 November 1946 dan ditandatangani secara sah oleh kedua negara pada tanggal 25 Maret 1947. Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, sedangkan Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jenderal dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J. van Mook. Dalam perundingan tersebut, Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator. Hasil perundingan terdiri dari 17 pasal yang antara lain berisi hal-hal berikut.

1)      Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatra, dan Madura.

2)      Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.

3)      Pihak Belanda dan Indonesia sepakat membentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS).

4)      Dalam bentuk RIS, Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth/ Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.

b. Perjanjian Renville

Perjanjian Renville diambil dari nama sebutan kapal perang milik Amerika Serikat yang dipakai sebagai tempat perundingan antara pemerintah Indonesia dan pihak Belanda, dengan Komisi Tiga Negara (Amerika Serikat, Belgia, dan Australia) sebagai perantaranya. Dalam perundingan itu, delegasi Indonesia diketuai oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin dan pihak Belanda menempatkan seorang warga Indonesia yang bernama Abdulkadir Wijoyoatmojo sebagai ketua delegasinya. Penempatan Abdulkadir Wijoyoatmojo ini merupakan siasat pihak Belanda dengan menyatakan bahwa pertikaian yang terjadi antara Indonesia dengan Belanda merupakan masalah

dalam negeri Indonesia dan bukan menjadi masalah intenasional yang perlu adanya campur tangan negara lain.

Adapun isi Perjanjian Renville, itu di antaranya sebagai berikut.

1)      Belanda tetap berdaulat sampai terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS).

2)      Republik Indonesia sejajar kedudukannya dalam Uni Indonesia Belanda.

3)      Sebelum Republik Indonesia Serikat terbentuk, Belanda dapat menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah federal sementara.

4)      Republik Indonesia menjadi negara bagian dari Republik Indonesia Serikat.

5)      Antara enam bulan sampai satu tahun, akan diselenggarakan pemilihan umum untuk membentuk Konstituante RIS.

6)      Tentara Indonesia di daerah pendudukan Belanda (daerah kantong) harus dipindahkan ke daerah Republik Indonesia.

Perjanjian Renville berhasil ditandatangani oleh kedua belah pihak pada tanggal 17 Januari 1948. Perjanjian Renville ini menyebabkan kedudukan Republik Indonesia semakin tersudut dan daerahnya semakin sempit. Hal ini merupakan akibat dari diakuinya garis Van Mook sebagai garis perbatasan baru hasil Agresi Militer Belanda I. Sementara itu, kedudukan Belanda semakin bertambah kuat dengan terbentuknya negara-negara boneka.

Setelah penandatanganan Perjanjian Renville, pihak Pemerintahan Indonesia menghadapi tantangan sangat berat dan mengakibatkan Kabinet Amir Syarifuddin jatuh. Kabinet Amir Syarifuddin kemudian digantikan oleh Kabinet Hatta. Namun, di bawah pemerintahan Hatta, muncul banyak rongrongan dan salah satunya dilakukan oleh bekas Perdana Menteri Amir Syarifuddin dengan organisasinya yang bernama Front Demokrasi Rakyat. Puncak dari pergolakan itu adalah pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948. Keadaan seperti itu, dimanfaatkan pihak Belanda untuk melancarkan Agresi Militer II.

c. Perundingan Roem-Royen

Titik terang dalam sengketa penyelesaian konflik antara pihak Indonesia - Belanda terlihat. Hal ini dikarenakan kedua belah pihak bersedia untuk maju ke meja perundingan. Keberhasilan membawa masalah Indonesia-Belanda ke meja perundingan, tidak terlepas dari inisiatif komisi PBB untuk Indonesia. Pada tanggal 4 April 1949, dilaksanakan perundingan di Jakarta di bawah pimpinan Merle Cochran, anggota komisi dari Amerika Serikat. Delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Mr. Mohammad Roem.

Dalam perundingan Roem-Royen, pihak Republik Indonesia tetap berpendirian bahwa pengembalian pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta, merupakan kunci pembuka untuk perundingan selanjutnya. Sebaliknya, pihak Belanda menuntut penghentian perang gerilya oleh Republik Indonesia. Akhirnya, pada tanggal 7 Mei 1949, berhasil dicapai persetujuan antara pihak Belanda dengan pihak Indonesia. Kemudian, disepakati kesanggupan kedua belah pihak untuk melaksanakan Resolusi Dewan Keamanan PBB pada tanggal 28 Januari 1949 dan persetujuan pada tanggal 23 Maret 1949. Pernyataan pemerintah Republik Indonesia dibacakan oleh Ketua Delegasi Indonesia Mr. Mohammad Roem yang antara lain berisi sebagai berikut.

1)      Pemerintah Republik Indonesia akan mengeluarkan perintah penghentian perang gerilya.

2)      Kedua belah pihak bekerja sama dalam hal mengembalikan perdamaian dan menjaga keamanan serta ketertiban.

3)      Belanda turut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) yang bertujuan mempercepat penyerahan kedaulatan lengkap dan tidak bersyarat kepada negara Republik Indonesia Serikat.

Pernyataan Delegasi Belanda dibacakan oleh Dr. J.H. van Royen, yang berisi antara lain sebagai berikut.

1)      Pemerintah Belanda menyetujui bahwa Pemerintah Republik Indonesia harus bebas dan leluasa melakukan kewajiban dalam satu daerah yang meliputi Karesidenan Yogyakarta.

2)      Pemerintah Belanda membebaskan secara tidak bersyarat para pemimpin Republik Indonesia dan tahanan politik yang ditawan sejak tanggal 19 Desember 1948.

3)      Pemerintah Belanda menyetujui bahwa Republik Indonesia akan menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS).

4)      Konferensi Meja Bundar (KMB) akan diadakan secepatnya di Den Haag sesudah Pemerintah Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta.

Setelah tercapainya Perundingan Roem-Royen, pada tanggal 1 Juli 1949, Pemerintah Republik Indonesia secara resmi kembali ke Yogyakarta. Selanjutnya, disusul dengan kedatangan para pemimpin Republik Indonesia dari medan gerilya. Panglima Besar Jenderal Sudirman tiba kembali di Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949. Setelah pemerintahan Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta, pada tanggal 13 Juli 1949 diselenggarakan sidang kabinet. Dalam sidang tersebut, Syafruddin Prawiranegara mengembalikan mandat kepada Wakil Presiden Moh Hatta. Dalam sidang tersebut juga diputuskan Sri Sultan Hamengku Buwono IX diangkat menjadi menteri pertahanan merangkap koordinator keamanan.

d. Konferensi Meja Bundar

Konferensi Meja Bundar (KMB) yang berlangsung di Den Haag pada tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949, berhasil mengakhiri konfrontasi fisik antara Indonesia dengan Belanda. Hasil konferensi tersebut yang paling utama adalah ”pengakuan dan penyerahan” kedaulatan dari Pemerintah Belanda kepada Pemerintah Indonesia tanggal 27 Desember 1949, yang disepakati akan disusun dalam struktur ketatanegaraan yang berbentuk negara federal, yaitu negara Republik Indonesia Serikat.

Di samping itu, terdapat empat hal penting lainnya yang menjadi isi kesepakatan dalam KMB.

Pertama, pembentukan Uni Belanda-Republik Indonesia Serikat yang dipimpin oleh Ratu Belanda secara simbolis.

Kedua, Soekarno dan Moh. Hatta akan menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Serikat untuk periode 1949-1950, dengan Moh. Hatta merangkap sebagai perdana menteri.

Ketiga, Irian Barat masih dikuasasi Belanda dan tidak dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Serikat sampai dilakukan perundingan lebih lanjut.

Keempat, Pemerintah Indonesia harus menanggung hutang negeri Hindia Belanda sebesar 4,3 miliar gulden.

 

Di satu sisi, hasil KMB tersebut harus dianggap sebagai sebuah kemajuan. Karena sejak saat itu Belanda ”mengakui dan menyerahkan” kedaulatan kepada bangsa Indonesia. Dengan demikian, secara resmi Indonesia menjadi negara merdeka dan terlepas dari cengkeraman Belanda. Namun di sisi lain, kesepakatan yang dihasilkan dalam KMB tidak serta merta menyelesaikan permasalahan bagi Indonesia. Terlebih bentuk negara federal, yaitu Republik Indonesia Serikat adalah produk rekayasa van Mook yang suatu saat dapatdijadikan strategi untuk merebut kembali Indonesia melalui politik devide et impera.

Perjuangan melalui perundingan, membuktikan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang cinta damai. Kita tidak mengutamakan kekerasan dalam menyelesaikan persoalan. Hal ini sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang tercermin dalam ideologi Pancasila. Kita mengutamakan persatuan dan kesatuan, mengutamakan musyawarah mufakat. Coba kalian renungkan pernyataan berikut: “Bangsa Indonesia adalah bangsa yang cinta damai, namun lebih mencintai kemerdekaan”.

3.      Ancaman terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia

Ancaman adalah setiap usaha dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman terhadap bangsa dan negara Indonesia terdiri atas ancaman militer dan ancaman nonmiliter. Ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan bersenjata yang terorganisasi serta dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman militer dapat berbentuk agresi, pelanggaran wilayah, spionase, sabotase, aksi teror bersenjata, pemberontakan, dan perang saudara. Sementara itu, ancaman nonmiliter atau nirmiliter memiliki karakteristik yang berbeda dengan ancaman militer, yaitu tidak bersifat fisik serta bentuknya tidak terlihat seperti ancaman militer. Ancaman nonmiliter berbentuk ancaman terhadap ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan.

a. Ancaman dari Dalam Negeri

Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda. Keanekaragarnan itu seharusnya dapat menjadi sebuah kekuatan yang dahsyat untuk menangkal semua gangguan atau ancaman yang ingin memecah-belah persatuan bangsa. Namun, adakalanya perbedaan suku bangsa ini dapat menjadi sumber konflik yang dapat menyebabkan perpecahan sehingga menjadi ancaman bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ancaman merupakan usaha-usaha yang membahayakan kedaulatan negara, keselamatan bangsa dan negara.

Potensi ancaman yang dihadapi NKRI dari dalam negeri, antara lain sebagai berikut.

1)      Disintegrasi bangsa melalui gerakan-gerakan separatis berdasarkan sentimen kesukuan atau pemberontakan akibat ketidakpuasan daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat. Gerakan separatis ini terjadi di beberapa daerah, antara lain di Papua, Maluku, Aceh, dan Poso. Separatisme atau keinginan memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia jika tidak diketahui akar permasalahannya dan ditangani secepatnya akan membuat keutuhan Republik Indonesia terancam.

2)      Keresahan sosial akibat kesenjangan ekonomi dan ketimpangan kebijakan ekonomi serta pelanggaran hak asasi manusia yang pada gilirannya dapat menyebabkan huru-hara/kerusuhan massa.

3)      Upaya penggantian ideologi Pancasila dengan ideologi lain yang ekstrem atau tidak sesuai dengan jiwa dan semangat perjuangan bangsa Indonesia.

4)      Makar atau penggulingan pemerintah yang sah dan konstitusional.

5)      Munculnya pemikiran memperluas daerah otonomi khusus tanpa alasan yang jelas, hingga persoalan-persoalan yang muncul di wilayah perbatasan dengan negara lain.

6)      Pemaksaan kehendak golongan tertentu yang berusaha memaksakan kepentingannya secara tidak konstitusional, terutama ketika sistem sosial politik tidak berhasil menampung aspirasi yang berkembang dalam masyarakat.

7)      Potensi konflik antarkelompok/golongan, baik perbedaan pendapat dalam masalah politik, konflik akibat pilkada, maupun akibat masalah SARA.

8)      Melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme yang sangat merugikan negara dan bangsa karena akan mengancam dan menghambat pembangunan nasional.

9)      Kesenjangan ekonomi, pemerataan pendapatan yang tidak adil antarkelompok dan antardaerah.

10)  Penyalahgunaan narkoba, pornografi dan porno aksi, pergaulan bebas, tawuran, dan lain-lain.

 

Selain ancaman yang telah disebutkan di atas, ada juga ancaman yang lainnya, yaitu cara pengambilan keputusan melalui pengambilan suara terbanyak. Pengambilan keputusan dengan suara terbanyak dianggap sebagai cara yang paling demokratis dalam menyelesaikan perbedaan pendapat.

Namun, sering kali cara ini menimbulkan rasa tidak puas bagi pihak yang kalah sehingga mereka melakukan pengerahan massa atau melakukan tindak kekerasan untuk memaksakan kehendaknya.

b. Ancaman dari Luar Negeri

Ancaman dari luar negeri yang paling perlu diwaspadai pada saat ini adalah ancaman nonmiliter. Dengan berakhirnya perang dingin, maka ancaman militer semakin tidak menjadi perhatian. Namun, tidak berarti ancaman militer tidak terjadi, seperti pelanggaran wilayah oleh pesawat atau kapal perang negara lain. Potensi ancaman dari luar lebih berbentuk ancaman nonmiliter, yaitu ancaman terhadap ideologi, politik, ekonomi, dan sosial budaya.

Ancaman terhadap ideologi merupakan ancaman terhadap dasar negara dan ideologi Pancasila. Masuknya ideologi lain, seperti liberalisme, komunisme, dan beberapa dekade terakhir muncul ideologi yang berbasis agama, semakin mudah diterima oleh masyarakat Indonesia di era globalisasi ini. Nilai-nilai ideologi luar tersebut berbeda, bahkan terkadang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Apabila kita tidak mampu menyaring nilai-nilai tersebut, maka dapat mengaburkan nilai-nilai Pancasila. Contohnya, sikap individualis yang merupakan perwujudan liberalisme, menjadi ciri masyarakat perkotaan saat ini.

Ancaman terhadap politik ditunjukkan dengan ikut campurnya negara lain dalam urusan dalam negeri Indonesia, seperti masalah hak asasi manusia, hukum, pemilihan umum, dan sebagainya. Sistem politik liberal yang mengutamakan kepentingan individu atau kelompok menjadi ancaman dalam kehidupan demokrasi Pancasila. Bentrokan akibat tidak dapat menerima hasil pemilihan umum, serta unjuk rasa yang berlangsung rusuh merupakan akibat negatif ideologi

liberal. Ancaman terhadap ekonomi dalam era perdagangan bebas perlu diperhatikan.

Semakin bebasnya berbagai produk luar negeri yang masuk ke Indonesia, menjamurnya restoran, investasi asing, dan perusahaan asing, dapat menjadi ancaman ekonomi nasional. Ketidakmampuan kita dalam menghadapi globalisasi dan perdagangan bebas, dapat mengakibatkan penjajahan dalam bentuk yang baru. Misalnya, sikap yang lebih menyukai produksi luar negeri hanya karena gengsi, merupakan bentuk baru penjajahan bidang ekonomi.

Potensi ancaman lainnya adalah dalam bentuk penjarahan sumber daya alam melalui eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkontrol sehingga merusak lingkungan, seperti illegal loging, illegal fishing, penguasaan wilayah Indonesia, pencurian kekayaan alam, dan penyelundupan barang.

Ancaman terhadap sosial budaya dilakukan dengan menghancurkan moral dan budaya bangsa melalui disinformasi, propaganda, peredaran narkoba, film-film porno, atau berbagai kegiatan kebudayaan asing yang dapat memengaruhi bangsa Indonesia, terutama generasi muda.

Adapun, ancaman terhadap pertahanan dan keamanan, antara lain berupa pelanggaran wilayah oleh kapal atau pesawat militer negara lain, peredaran narkoba internasional, kejahatan internasional, kehadiran kelompok asing yang membantu gerakan separatis, dan sebagainya.

Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa potensi ancaman terhadap keamanan nasional dan pertahanan negara bisa datang dari mana saja. Coba kalian simpulkan, potensi ancaman apa yang paling besar? Pengalaman menunjukkan bahwa instabilitas dalam negeri sering kali mengundang campur tangan asing, baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, waspadalah dan pedulilah terhadap lingkungan kamu.

 

D. Semangat dan Komitmen Persatuan dan Kesatuan Nasional dalam Mengisi dan Mempertahankan NKRI

1.   Upaya Mengisi dan Mempertahankan NKRI

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus tahun 1945 mempunyai tekad untuk mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan serta kedaulatan bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena

itu, dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa. Segenap warga negara harus selalu menjaga kehormatan bangsa dan negara sebagai bagian dari bangsa dan negara Indonesia. Hal tersebut dilakukan dalam rangka mempertahankan eksistensi negara sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat. Ada atau tidaknya negara ini tergantung dari rakyatnya sendiri untuk mempertahankan keberadaannya.

Dalam Pasal 27 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dijelaskan bahwa setiap warga negara itu memiliki hak dan kewajiban dalam upaya pembelaan negara. Bela negara merupakan tekad, sikap, dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu, dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan terhadap tanah air, kerelaan berkorban untuk tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Upaya bela negara selain sebagai kewajiban dasar manusia, juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa.

Semangat dan komitmen para pejuang tempo dulu dalam meraih kemerdekaan, dilandasi dengan keteguhan dan keyakinan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa. Hal tersebut juga masih diperlukan dalam rangka mengisi dan mempertahankan NKRI.

Menurut Pasal 30 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dijelaskan bahwa setiap warga negara juga mempunyai hak dan kewajiban dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Usaha pertahanan keamanan negara itu dilaksanakan melalui sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (sishankamrata), yang dilaksanakan oleh TNI dan Polri sebagai kekuatan utama serta rakyat sebagai kekuatan pendukung. TNI yang terdiri atas angkatan darat, laut, dan udara merupakan alat negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan serta kedaulatan negara. Sementara itu, Polri merupakan alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat yang bertugas mengayomi, melindungi, dan melayani masyarakat

serta menegakkan hukum. Dalam Penjelasan UU No. 3 Tahun 2002, dinyatakan bahwa pandangan hidup bangsa Indonesia tentang pertahanan negara adalah sebagaimana ditentukan dalam Pembukaan dan Pasal-pasal UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu sebagai berikut.

a.       Kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

b.      Pemerintah negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

c.       Hak dan kewajiban setiap warga negara, untuk ikut serta dalam upaya pembelaan negara.

d.      Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

 

Berdasarkan pandangan hidup tersebut, bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan pertahanan negara menganut prinsip sebagai berikut.

a.       Bangsa Indonesia berhak dan wajib membela serta mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, serta keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.

b.      Pembelaan negara diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya pertahanan negara merupakan tanggung jawab dan kehormatan bagi setiap warga yang didasarkan pada kesadaran hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri.

c.       Bangsa Indonesia cinta perdamaian, tetapi lebih cinta kepada kemerdekaan dan kedaulatannya.

d.      Bangsa Indonesia menentang segala bentuk penjajahan dan menganut politik luar negeri bebas aktif.

e.       Bentuk pertahanan negara bersifat semesta, dalam arti melibatkan seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional, sarana, dan prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan pertahanan.

f.       Pertahanan negara disusun berdasarkan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan umum, lingkungan hidup, ketentuan hukum nasional, hukum internasional dan kebiasaan internasional, serta prinsip hidup berdampingan secara damai dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.

Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara menurut UU No. 3 Tahun 2002 Pasal 9 ayat (2) dapat diselenggarakan melalui hal-hal berikut.

a.       Pendidikan Kewarganegaraan, dimaksudkan untuk membentuk bangsa Indonesia menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memiliki fokus pembelajaran pada pembekalan pengetahuan, pembinaan sikap, perilaku, dan pelatihan keterampilan sebagai warga negara yang demokratis, taat hukum dalam kehidupan bermasyarakat, mengacu pada kompetensi Kewarganegaraan, yaitu:

1). pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge);

2). keterampilan kewarganegaraan (civic skills);

3). watak-watak kewarganegaraan (civic disposition).

b.      Pelatihan dasar kemiliteran, merupakan usaha untuk membantu TNI dan Polri dalam menjaga kemanan dan ketertiban negara. Misalnya, pelatihan dasar militer yang dilakukan di lingkungan perguruan tinggi, baik sebagai anggota Resimen Mahasiswa (Menwa) atau melalui Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).

c.       Pengabdian sebagai Prajurit TNI dan Polri. TNI berperan sebagai alat pertahanan negara Republik Indonesia yang bertugas mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah; melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa; melaksanakan operasi militer selain perang; dan ikut serta secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional. Sementara itu, tugas utama Polri adalah sebagai alat negara yang memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum.

d.      Pengabdian sesuai dengan profesi, merupakan pengabdian semua warga negara yang sesuai dengan profesi dan kemampuan yang dimilikinya yang dilandasi kesadaran akan cinta tanah air serta semangat rela berkorban untuk kepentingan dan kemajuan bangsa termasuk dalam menanggulangi dan atau memperkecil akibat yang ditimbulkan oleh perang, bencana alam, dan bencana lainnya.

Seluruh warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk berpartisipasi atau turut serta dalam upaya pembelaan negara. Pembelaan negara bukan hanya dilakukan oleh para pahlawan tempo dulu dalam berjuang meraih kemerdekaan atau dalam mempertahankan kemerdekaan saja, namun kita semua sebagai pemilik negeri ini sampai kapan pun harus turut berjuang untuk mempertahankan kedaulatan serta memajukan bangsa.

2.   Perwujudan Bela Negara dalam Berbagai Aspek Kehidupan

Upaya pembelaan negara, pada dasarnya didorong oleh rasa cinta terhadap tanah air, sikap rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara, serta mampu menempatkan persatuan dan kesatuan, juga keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.

Partisipasi masyarakat dalam upaya pembelaan negara dapat dilakukan dalam berbagai bidang kehidupan, baik bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan sesuai dengan bidang profesinya masing-masing.

Berikut ini beberapa contoh partisipasi masyarakat dalam upaya pembelaan negara dalam berbagai bidang.

a.      Ideologi

Ideologi negara kita adalah Pancasila, sebagai warga negara, kita harus memahami nilai-nilai Pancasila serta mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Wujud partisipasi warga negara dalam membela negara di bidang ideologi, misalnya percaya dan yakin terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan selalu menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing, saling menghormati dan mencintai antarsesama manusia dengan selalu melakukan kegiatan kemanusiaan, menempatkan persatuan dan kesatuan dengan mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, mengutamakan musyawarah dalam penyelesaian masalah yang menyangkut kepentingan bersama, melakukan berbagai kegiatan yang mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial, serta menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

b.      Politik dan hukum

Mewujudkan stabilitas politik nasional demi kelangsungan hidup pemerintahan yang berdaulat, dapat dilakukan dengan turut serta menyukseskan pemilihan umum, pemilihan kepala daerah (pilkada), pemilihan pemimpin organisasi, dan bentuk pemilihan lainnya. Kegiatan menyampaikan aspirasi secara lisan ataupun tertulis dilakukan dengan sopan, bersikap kritis terhadap segala permasalahan. Upaya lainnya, dengan memberikan saran atau usul kepada pihak-pihak yang berwenang, tidak melakukan perbuatan curang atau politik uang (money politic) dalam mencapai suatu tujuan. Selain itu, turut melaksanakan kebijakan-kebijakan serta peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah. Salah satu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah adalah menetapkan peraturan perundang-undangan tentang pajak. Warga negara yang dinyatakan telah memenuhi syarat sebagai wajib pajak, harus membayar pajaknya sebelum jatuh tempo. Karena salah satu pendapatan negara yang digunakan untuk pembangunan nasional diperoleh melalui pajak yang dibayarkan oleh warga negara. Jika warga negara tidak membayar pajak maka pembangunan nasional pun akan terhambat.

c.       Ekonomi

Dalam bidang ekonomi, setiap warga negara dituntut untuk dapat meningkatkan taraf hidupnya yang lebih baik dalam rangka pemenuhan kebutuhan ekonominya, dengan:

1) bekerja mencari nafkah;

2) melakukan transaksi jual beli sesuai dengan kesepakatan bersama dan ketentuan yang berlaku;

3) mengembangkan usaha kecil, menengah, dan koperasi agar lebih efisien, produktif, dan berdaya saing, sehingga dapat membantu pemerintah dalam meningkatkan devisa bagi negara.

d.      Sosial budaya

Masyarakat Indonesia yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, memiliki keragaman suku bangsa, budaya, agama, ras, dan golongan. Oleh karena itu, kita dituntut untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang ber-Bhinneka Tunggal Ika dengan: mempererat hubungan baik antarwarga masyarakat dengan mengembangkan sikap toleransi antar suku bangsa, agama, ras, dan antargolongan; memberikan bantuan kepada warga masyarakat yang tertimpa musibah bencana alam, mengalami kemiskinan, anak-anak jalanan, orang-orang cacat, orang-orang lanjut usia/jompo; mengembangkan bakat dan kemampuan masing-masing seperti dalam bidang seni atau olahraga sehingga dapat meningkatkan prestasi yang membanggakan dan membawa harum nama baik daerahnya maupun bangsa; melestarikan adat istiadat dan budaya daerah sebagai salah satu unsur budaya nasional; memelihara dan melestarikan lingkungan hidup sehingga terhindar dari bencana alam, seperti banjir atau longsor.

e.       Pertahanan dan Keamanan

Dalam mewujudkan sistem pertahanan keamanan rakyat semesta, diperlukan partisipasi dari seluruh lapisan masyarakat. Misalnya, melakukan kegiatan sistem keamanan lingkungan (siskamling) di wilayahnya masingmasing. Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) dapat diintegrasikan ke dalam sistem pendidikan nasional yang diselenggarakan di sekolah atau di luar sekolah. Kegiatan pembelajaran dalam semua mata pelajaran, maupun dalam upacara bendera serta kegiatan ekstrakurikuler, seperti Pramuka, PKS, PMR, penghijauan, Karya Ilmiah Remaja, dan lain-lain.

Keanggotaan Rakyat Terlatih (Ratih) sebagai salah satu bentuk keikutsertaan warga negara yang menunjukkan sifat kesemestaan dan keserbagunaannya dalam penyelenggaraan pertahanan keamanan negara. Kegiatan Ratih meliputi pertahanan sipil (hansip), perlawanan rakyat (wanra), keamanan rakyat (kamra), dan resimen mahasiswa (menwa).

Kegiatan Perlindungan Masyarakat sebagai organisasi masyarakat untuk melakukan fungsi menanggulangi/memperkecil akibat malapetaka yang ditimbulkan oleh perang atau bencana alam. Pengabdian sebagai Prajurit TNI dan Polri, dimana TNI bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk mempertahankan kedaulatan negara, keselamatan wilayah, melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa, melaksanakan operasi militer selain perang, dan ikut serta secara aktif dalam tugas pemeliharan perdamaian regional dan internasional. Sementara itu, Polri berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan supremasi hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

 Uji Kompetensi Bab 6

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan jelas dan benar!

1.      Apa yang dimaksud dengan bela negara?

2.      Jelaskan perbedaan makna Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 31 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945!

3.      Bagaimana perbedaan peran TNI dan Polri menurut TAP MPR Nomor VII/MPR/2000?

4.      Mengapa pertahanan negara termasuk bidang pemerintahan yang tidak diotonomikan kepada pemerintahan daerah?

5.      Mengapa Pendidikan Kewarganegaraan dan Pengabdian sesuai dengan Profesi merupakan salah satu bentuk bela negara menurut UU Nomor 3 Tahun 2002?

6.      Berikan masing-masing 3 contoh perwujudan bela negara dalam bidang politik dan ekonomi!

7.      Jelaskan bahwa dengan membangun prestasi diri merupakan upaya pembelaan negara!

8.      Jelaskan potensi dan kelebihan yang kalian miliki! Apa tekad dan komitmenmu untuk membela negara?

Daftar Pustaka

Asshiddiqie, Jimly. 2005. Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Budiardjo, Miriam. 2006. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Budimansyah, Dasim. 2002. Model Pembelajaran dan Penilaian Portofolio. Bandung: Ganesindo.

Chamim, Asykuri Ibn. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan; Menuju Kehidupan yang Demokratis dan Berkeadaban. Yogyakarta: Majelis Diklitbang PP Muhammadiyah.

Darmodiharjo, Darji, et.al. 1999. Santiaji Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.

Gaffar, Affan. 2004. Politik Indonesia; Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ismail, Taufik. (2004). Katastrofi Mendunia; Marxisme, Leninisma, Stalinisma, Maoisme, Narkoba. Jakarta: Yayasan Titik Infinitum.

Kaelan. 2001. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.

_________. 2012. Problem Epistemologis Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara. Yogyakarta: Paradigma.

Kansil, C.S.T. 1992. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Khon, Hans. 1961. Nasionalisme; Arti dan Sedjarahnja. Jakarta: PT Pembangunan.

Komalasari, Kokom. 2008. Pendidikan Pancasila: Panduan bagi Para Politisi. Surabaya: Lentera Cendikia.

MPR RI. 2006. Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Sesuai dengan Urutan Bab, Pasal dan

Ayat. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI.

_________.2006. Bahan Tayangan Materi Sosialisasi Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI.

0 Response to "BAB VI Bela Negara dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia"

Posting Komentar