BAB VI Bela Negara dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia
https://drive.google.com/file/d/1ArzYI8sAzK5ruduBpupL62fPhI-DI5pZ/view?usp=sharing
https://youtu.be/2S8lcUeEdwg
https://youtu.be/XD71HomWrUM
A. Makna Bela Negara
Dalam Pasal 27 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,dijelaskan bahwa setiap warga negara itu memiliki hak dan kewajiban dalam upaya pembelaan negara. Upaya bela negara, selain sebagai kewajiban dasar manusia juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa.
Selanjutnya,
ditegaskan dalam Pasal 9 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan
Negara, “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela
negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara”. Kata
“kewajiban” dalam ketentuan tersebut, mengandung makna bahwa dalam
keadaan tertentu, negara dapat memaksa setiap warga negara untuk ikut serta
dalam pembelaan negara.
Menurut UU No. 3
Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, yang dimaksud dengan bela negara
adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Berdasarkan
pengertian bela negara di atas, dapat dipahami bahwa membela negara itu
bukan hanya tugas dan tanggung jawab dari aparat keamanan, seperti
polisi atau TNI saja melalui teknik dan strategi militer, namun juga hak
sekaligus kewajiban seluruh rakyat Indonesia dalam membela negara
sesuai dengan kemampuan masing-masing untuk menjamin kelangsungan hidup
bangsa dan negara Indonesia.
Inti dari upaya bela negara adalah kesediaan untuk
memberikan sesuatu tanpa pamrih atau kerelaan berkorban untuk bangsa dan negara
sebagai sebuah tindakan terbaik untuk melindungi, mempertahankan, serta
memajukan bangsa. Dengan demikian, apa yang diungkapkan oleh John F. Kennedy bahwa
”Jangan tanyakan apa yang dapat dilakukan oleh negaramu untukmu, tapi tanyakan
apa yang bisa kamu lakukan untuk negaramu!”, dapat diwujudkan sebagai bukti
kecintaan terhadap tanah air. Bukan hanya mengharap sesuatu yang dapat
diberikan oleh negara kepada kita, tetapi justru kita harus melakukan sesuatu
untuk mengabdi kepada kemajuan dan kelangsungan hidup bangsa.
B. Peraturan Perundang-undangan yang Mengatur Bela Negara
1. UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
a.
Pasal 27 ayat (3) yang berbunyi: “ Setiap
warga negara berhak dan wajib
ikut
serta dalam upaya pembelaan negara”.
b.
Pasal 30 ayat (1) yang berbunyi: “Tiap-tiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan negara”.
c.
Pasal 30 ayat (2) yang berbunyi: “Usaha
pertahanan dan keamanan negara
dilaksanakan
melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia,
sebagai
kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”.
d.
Pasal 30 ayat (3) yang berbunyi: “Tentara
Nasional Indonesia terdiri atas
Angkatan
Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan
Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan,
melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan
negara”.
e.
Pasal 30 ayat (4) yang berbunyi: “Kepolisian
Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban
masyarakat bertugas melindungi,
mengayomi, melayani masyarakat, serta
menegakkan hukum”.
f.
Pasal 30 ayat (5) yang berbunyi: “Susunan dan
kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik
Indonesia
di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara, serta hal-hal
terkait
dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang”.
2.
Ketetapan MPR
a.
Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI
dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Berdasarkan Ketetapan MPR tersebut, TNI dan Polri secara kelembagaan terpisah dengan peran dan fungsi
masing-masing. Peran dan fungsi tersebut, di antaranya sebagai berikut.
1)
TNI adalah alat negara yang berperan dalam pertahanan
negara.
2)
Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara
yang berperan dalam memelihara keamanan.
3)
Dalam hal terdapat keterkaitan kegiatan pertahanan dan
kegiatan keamanan TNI dan warga negara Republik Indonesia harus
bekerja sama dan saling membantu.
b.
Tap MPR RI No. VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara
Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Peran TNI adalah sebagai
berikut.
1)
TNI merupakan alat negara yang berperan sebagai alat
pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2)
TNI sebagai alat pertahanan negara bertugas pokok
menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 serta melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan
terhadap keutuhan bangsa dan negara.
3)
TNI melaksanakan tugas negara dalam penyelenggaraan wajib
militer bagi warga negara yang diatur dengan UU.
Peran Kepolisian
Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut.
1) Kepolisian
Negara RI merupakan Kepolisian Nasional yang organisasinya disusun secara berjenjang dari
tingkat pusat sampai tingkat daerah
2) Dalam
menjalankan perannya Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memiliki
keahlian dan keterampilan secara profesional.
3.
Undang-Undang
:
a.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
b.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
c.
Undang-Undang Nomor. 34 Tahun 2004 tentang Tentara
Nasional Indonesia.
d.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia pasal 68, yang menyatakan bahwa setiap warga negara wajib ikut
serta dalam upaya pembelaan negara.
e.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah, yang menyatakan bahwa pertahanan menjadi salah satu
bidang yang tidak diotonomikan kepada pemerintah daerah.
1. Perjuangan
Fisik Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI)
Ancaman
terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia setelah diproklamasikannya kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945
adalah kedatangan Belanda ke Indonesia. Belanda sebagai salah satu anggota Sekutu yang memenangkan Perang Dunia
II, menyatakan berhak atas
Indonesia
karena sebelumnya mereka menjajah Indonesia. Mereka datang dengan membentuk Netherlands-Indies Civil Administration (NICA) dengan menumpang
dalam Allied Forces Netherland East Indies (AFNEI).
Kedatangan
Belanda dengan menumpang AFNEI mendapat perlawanan bangsa Indonesia. Apalagi setelah secara
terang-terangan Belanda mulai
menduduki
wilayah Indonesia.
a. Insiden
Bendera di Surabaya
Pada
tanggal 19 September 1945, di Surabaya terjadi peristiwa “Insiden Surabaya”. Insiden ini bermula dari beberapa
orang Belanda mengibarkan bendera Merah Putih Biru
pada tiang di atas Hotel Yamato, Tunjungan. Tentu
saja tindakan ini menimbulkan amarah rakyat, yang kemudian mereka menyerbu hotel itu dan menurunkan bendera
tersebut serta merobek bagian
yang
berwarna biru, lalu mengibarkan
kembali sebagai bendera Merah Putih.
b.
Pertempuran
Lima Hari di Semarang
Pertempuran
terjadi mulai tanggal 15 Oktober 1945 sampai tanggal 20 Oktober 1945.
Kurang lebih sebanyak 2.000 pasukan Jepang berhadapan dengan TKR dan
para pemuda. Peristiwa ini memakan banyak korban dari kedua belah pihak.
Bermula ketika kurang lebih 400 orang veteran AL Jepang yang akan dipekerjakan
untuk mengubah pabrik gula Cepiring Semarang menjadi pabrik senjata,
memberontak pada waktu dipindahkan ke Semarang kemudian menyerang polisi Indonesia
yang mengawal mereka. Dr. Karyadi
menjadi salah satu
korban sehingga namanya diabadikan menjadi nama salah satu rumah sakit
di kota Semarang sampai sekarang. Untuk memperingati peristiwa
tersebut, pemerintah membangun sebuah tugu yang diberi nama Tugu Muda.
c.
Pertempuran
Surabaya tanggal 10 November 1945
Terjadinya
pertempuran di Surabaya, diawali oleh kedatangan atau mendaratnya
brigade 29 dari divisi India ke-23 di bawah pimpinan Brigadir Mallaby pada
tanggal 25 Oktober 1945. Namun, kedatangannya tersebut mengakibatkan terjadinya
kerusuhan dengan pemuda karena adanya penyelewengan kepercayaan oleh pihak
Sekutu. Pada tanggal 27 Oktober 1945, pemuda Surabaya berhasil
memporak-porandakan kekuatan Sekutu.
Bahkan, hampir
menghancurkannya, kemudian untuk menyelesaikan insiden tersebut diadakan
perundingan. Namun, pada saat perundingan, terjadi insiden Jembatan Merah dan
Brigadir Mallaby tewas.
Pada tanggal 9
November 1945, tentara Sekutu mengeluarkan ultimatum yang isinya agar
para pemilik senjata menyerahkan senjata kepada Sekutu sampai tanggal 10
November 1945 pukul 06.00. Ultimatum itu tidak dihiraukan oleh rakyat
Surabaya. Akibatnya, pecahlah perang di Surabaya pada tanggal 10 November 1945,
pemuda Surabaya melakukan perlawanan dengan menyusun organisasi yang
teratur di bawah komando Sungkono.
Bung Tomo, melalui
siaran radio, mengobarkan semangat perlawanan
Pemuda Surabaya
agar pantang menyerah kepada penjajah, misalnya slogan Revolusi ”merdeka
atau mati”. Pertempuran ini merupakan pertempuran yang paling dahsyat
yang menelan korban 15.000 orang. Peristiwa 10 November ini diperingati
sebagai Hari Pahlawan oleh seluruh bangsa Indonesia.
d.
Pertempuran
Ambarawa
Pertempuran ini
diawali oleh kedatangan tentara Inggris di bawah
pimpinan Brigjen
Bethel di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945 untuk membebaskan
tentara Sekutu. Setelah itu, menuju Magelang. Karena Sekutu diboncengi oleh
NICA dan membebaskan para tawanan Belanda secara sepihak, maka terjadilah
perlawanan dari TKR dan para pemuda. Pasukan
Inggris akhirnya
terdesak mundur ke Ambarawa. Dalam peristiwa tersebut, Letkol Isdiman
gugur sebagai kusuma bangsa. Kemudian, Kolonel Sudirman sebagai Panglima
Divisi Banyumas, terjun langsung dalam pertempuran tersebut. Pada
tanggal 15 Desember 1945 tentara Indonesia berhasil memukul mundur Sekutu
sampai Semarang. Karena jasanya, pada tanggal 18 Desember 1945, Kolonel Sudirman diangkat
menjadi Panglima Besar TKR dan berpangkat Jendral. Sampai sekarang,
setiap tanggal 15 Desember diperingati sebagai hari
Infanteri.
e.
Pertempuran
Medan Area
Pasukan Sekutu
yang diboncengi oleh serdadu Belanda dan NICA di
bawah pimpinan
Brigadir Jenderal TED Kelly, mendarat di Medan pada tanggal 9 Oktober
1945. Pada tanggal 13 Oktober 1945, terjadi pertempuran pertama antara
pemuda dan pasukan Belanda yang merupakan awal
perjuangan
bersenjata yang dikenal dengan Medan Area. Bentrokan antara rakyat dengan
serdadu NICA menjalar ke seluruh kota Medan, dan tentara Sekutu
mengeluarkan maklumat melarang rakyat membawa senjata serta semua senjata yang
ada harus diserahkan kepada Sekutu. Pertempuran terus terjadi ke daerah
lain di seluruh Sumatra, seperti di Padang, Bukittinggi, dan Aceh dengan
peristiwa Krueng Panjol Bireuen sejak bulan November 1945.
f.
Bandung
Lautan Api
Pada tanggal 21
November 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum pertama agar kota
Bandung bagian utara dikosongkan oleh pihak Indonesia selambat-lambatnya
tanggal 29 November 1945 dengan alasan untuk menjaga keamanan.
Namun, ultimatum tersebut tidak diindahkan oleh para pejuang Republik
Indonesia. Oleh karena itu, untuk kedua kalinya pada tanggal 23 Maret
1946, tentara Sekutu kembali mengeluarkan ultimatum supaya Tentara
Republik Indonesia (TRI) mengosongkan seluruh kota Bandung. Pemerintah RI di
Jakarta memerintahkan supaya TRI
mengosongkan
Bandung, tetapi pimpinan TRI di Yogyakarta menginstruksikan
supaya Bandung tidak dikosongkan. Akhirnya, dengan berat hati TRI
mengosongkan kota Bandung. Sebelum keluar dari Bandung pada tanggal 23
Maret 1946, para pejuang RI menyerang markas Sekutu dan membumihanguskan
Bandung bagian selatan. Untuk mengenang peristiwa
tersebut, Ismail Marzuki
mengabadikannya dalam sebuah lagu yaitu Hallo-
Hallo Bandung.
g.
Pertempuran
Margarana
Pada tanggal 2-3
Maret 1946, Belanda mendaratkan pasukannya di Bali. Saat itu, Letnan
Kolonel I Gusti Ngurah Rai sedang mengadakan perjalanan ke Yogyakarta
untuk mengadakan konsultasi dengan Markas Tertinggi TRI mengenai pembinaan
Resimen Sunda Kecil dan cara-cara
menghadapi Belanda.
Sekembalinya dari Yogyakarta, kesatuan resimennya dalam keadaan
terpencar. I Gusti
Ngurah Rai menggalang kekuatan dan menggempur Belanda pada tanggal 18 November 1945.
Karena kekuatan pasukan tidak seimbang dan persenjataan yang kurang lengkap,
akhirnya pasukan Ngurah Rai dapat dikalahkan dalam pertempuran “Puputan” di
Margarana sebelah utara Tabanan Bali, hingga I Gusti Ngurah Rai gugur bersama
anak buahnya.
h.
Perlawanan
terhadap Agresi Militer Belanda
Belanda selalu
berusaha menguasai Indonesia dengan berbagai cara. Berbagai
perundingan yang dilakukan sering kali dilanggar dengan berbagai alasan. Untuk
menguasai seluruh wilayah Indonesia, Belanda melancarkan agresi militer
sebanyak dua kali. Agresi Militer I dilaksanakan pada tanggal 21 Juli 1947,
dengan menguasai daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia di
Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Indonesia secara resmi
mengadukan agresi militer ini kepada PBB dan akhirnya atas tekanan resolusi PBB
tercapai gencatan senjata.
Agresi kembali
dilakukan pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap
Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad
Hatta, Sjahrir, dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara
ini, menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di
Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara. Setelah Yogyakarta
dikuasai Belanda, perlawanan bangsa Indonesia dilakukan dengan mengubah strategi dengan
cara perang gerilya. Salah satu hasil perang gerilya adalah Serangan
Umum tanggal 1 Maret 1949, yang dipimpin oleh Jenderal Sudirman. Serangan
ini memberi dampak bagi dunia internasional tentang keberadaan NKRI.
i.
Perang
Gerilya
Perlawanan bangsa
Indonesia juga menggunakan strategi perang gerilya, yaitu perang
dengan berpindah-pindah tempat. Sewaktu-waktu menyerang berbagai posisi
tentara Belanda, baik di jalan maupun di markasnya. Salah satu perang gerilya,
dipimpin oleh Jenderal Soedirman. Ia bergerilya dari luar kota Yogyakarta selama
delapan bulan ditempuh kurang lebih 1.000 Km di daerah Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Tidak jarang, Soedirman harus ditandu atau
digendong karena
dalam keadaan sakit keras. Setelah berpindah-pindah dari beberapa desa,
rombongan Soedirman kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.
Kolonel A.H.
Nasution, selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa, menyusun rencana
pertahanan rakyat Totaliter yang kemudian dikenal sebagai Perintah Siasat
Nomor I, salah satu pokok isinya ialah tugas pasukan-pasukan yang berasal dari
daerah-daerah federal untuk menyusup ke belakang garis musuh dan
membentuk kantong-kantong gerilya sehingga seluruh Pulau Jawa akan menjadi medan
gerilya yang luas.
Salah satu pasukan
yang harus menyusup ke belakang garis musuh adalah pasukan Siliwangi.
Pada tanggal 19 Desember 1948, bergeraklah pasukan Siliwangi dari
Jawa Tengah menuju daerah-daerah kantong yang telah ditetapkan di Jawa
Barat. Perjalanan ini dikenal dengan nama Long March Siliwangi, yaitu sebuah
perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai, mendaki gunung, menuruni lembah,
melawan rasa lapar dan letih, serta dibayangi bahaya serangan musuh.
2.
Perjuangan
Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesiamelalui Jalur Diplomasi
a. Perjanjian
Linggarjati
Perundingan Linggarjati
adalah suatu perundingan antara Indonesia dan
Belanda di
Linggarjati, Jawa Barat pada tanggal 10-15 November 1946 yang menghasilkan persetujuan
mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil
perundingan ini
ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada tanggal 15 November 1946 dan
ditandatangani secara sah oleh kedua negara pada tanggal 25 Maret 1947. Indonesia diwakili
oleh Sutan Syahrir, sedangkan Belanda diwakili oleh tim yang disebut
Komisi Jenderal dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota
H.J. van Mook. Dalam perundingan tersebut, Lord Killearn dari Inggris
bertindak sebagai mediator. Hasil perundingan terdiri dari 17 pasal yang antara
lain berisi hal-hal berikut.
1)
Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatra, dan
Madura.
2)
Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat
tanggal 1 Januari 1949.
3)
Pihak Belanda dan Indonesia sepakat membentuk negara
Republik Indonesia Serikat (RIS).
4)
Dalam bentuk RIS, Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth/
Persemakmuran Indonesia-Belanda
dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.
b. Perjanjian
Renville
Perjanjian
Renville diambil dari nama sebutan kapal perang milik Amerika Serikat
yang dipakai sebagai tempat perundingan antara pemerintah Indonesia dan
pihak Belanda, dengan Komisi Tiga
Negara (Amerika Serikat, Belgia,
dan Australia) sebagai perantaranya. Dalam perundingan itu, delegasi Indonesia
diketuai oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin
dan pihak Belanda
menempatkan seorang warga Indonesia yang bernama
Abdulkadir
Wijoyoatmojo sebagai ketua delegasinya. Penempatan Abdulkadir Wijoyoatmojo ini
merupakan siasat pihak Belanda dengan menyatakan bahwa pertikaian yang
terjadi antara Indonesia dengan Belanda merupakan masalah
dalam negeri
Indonesia dan bukan menjadi masalah intenasional yang perlu adanya campur
tangan negara lain.
Adapun isi
Perjanjian Renville, itu di antaranya sebagai berikut.
1)
Belanda tetap berdaulat sampai terbentuknya Republik
Indonesia Serikat (RIS).
2)
Republik Indonesia sejajar kedudukannya dalam Uni
Indonesia Belanda.
3)
Sebelum Republik Indonesia Serikat terbentuk, Belanda
dapat menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah federal
sementara.
4)
Republik Indonesia menjadi negara bagian dari Republik
Indonesia Serikat.
5)
Antara enam bulan sampai satu tahun, akan diselenggarakan
pemilihan umum untuk
membentuk
Konstituante RIS.
6)
Tentara Indonesia di daerah pendudukan Belanda (daerah
kantong) harus dipindahkan ke daerah Republik Indonesia.
Perjanjian
Renville berhasil ditandatangani oleh kedua belah pihak pada tanggal 17 Januari
1948. Perjanjian Renville ini menyebabkan kedudukan Republik Indonesia
semakin tersudut dan daerahnya semakin sempit. Hal ini merupakan akibat
dari diakuinya garis Van Mook sebagai garis perbatasan baru hasil Agresi
Militer Belanda I. Sementara itu, kedudukan Belanda semakin bertambah kuat
dengan terbentuknya negara-negara boneka.
Setelah
penandatanganan Perjanjian Renville, pihak Pemerintahan Indonesia
menghadapi tantangan sangat berat dan mengakibatkan Kabinet Amir Syarifuddin
jatuh. Kabinet Amir Syarifuddin kemudian digantikan oleh Kabinet
Hatta. Namun, di bawah pemerintahan Hatta, muncul banyak rongrongan dan
salah satunya dilakukan oleh bekas Perdana Menteri Amir Syarifuddin dengan
organisasinya yang bernama Front Demokrasi Rakyat. Puncak dari
pergolakan itu adalah pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948. Keadaan
seperti itu, dimanfaatkan pihak Belanda untuk melancarkan Agresi Militer II.
c.
Perundingan Roem-Royen
Titik terang dalam
sengketa penyelesaian konflik antara pihak Indonesia - Belanda terlihat.
Hal ini dikarenakan kedua belah pihak bersedia untuk maju ke meja
perundingan. Keberhasilan membawa masalah Indonesia-Belanda ke meja perundingan,
tidak terlepas dari inisiatif komisi PBB untuk Indonesia. Pada tanggal 4 April
1949, dilaksanakan perundingan di Jakarta di bawah pimpinan Merle
Cochran, anggota komisi dari Amerika Serikat. Delegasi Republik Indonesia
dipimpin oleh Mr. Mohammad
Roem.
Dalam perundingan
Roem-Royen, pihak Republik Indonesia tetap
berpendirian bahwa
pengembalian pemerintahan Republik Indonesia ke
Yogyakarta,
merupakan kunci pembuka untuk perundingan selanjutnya. Sebaliknya, pihak
Belanda menuntut penghentian perang gerilya oleh
Republik
Indonesia. Akhirnya, pada tanggal 7 Mei 1949, berhasil dicapai persetujuan antara
pihak Belanda dengan pihak Indonesia. Kemudian,
disepakati
kesanggupan kedua belah pihak untuk melaksanakan Resolusi Dewan Keamanan PBB
pada tanggal 28 Januari 1949 dan persetujuan pada
tanggal 23 Maret
1949. Pernyataan pemerintah Republik Indonesia dibacakan oleh Ketua
Delegasi Indonesia Mr. Mohammad Roem yang antara lain berisi sebagai berikut.
1)
Pemerintah Republik Indonesia akan mengeluarkan perintah
penghentian perang gerilya.
2)
Kedua belah pihak bekerja sama dalam hal mengembalikan perdamaian dan menjaga
keamanan serta ketertiban.
3)
Belanda turut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB)
yang bertujuan mempercepat penyerahan kedaulatan lengkap dan tidak
bersyarat kepada negara Republik Indonesia Serikat.
Pernyataan
Delegasi Belanda dibacakan oleh Dr. J.H. van Royen, yang berisi antara lain
sebagai berikut.
1)
Pemerintah Belanda menyetujui bahwa Pemerintah Republik
Indonesia harus bebas dan leluasa melakukan kewajiban dalam satu
daerah yang meliputi Karesidenan Yogyakarta.
2)
Pemerintah Belanda membebaskan secara tidak bersyarat
para pemimpin Republik Indonesia
dan tahanan
politik yang ditawan sejak tanggal 19
Desember 1948.
3)
Pemerintah Belanda menyetujui bahwa Republik Indonesia
akan menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS).
4)
Konferensi Meja Bundar (KMB) akan diadakan secepatnya di
Den Haag sesudah Pemerintah Republik Indonesia kembali ke
Yogyakarta.
Setelah
tercapainya Perundingan Roem-Royen, pada tanggal 1 Juli 1949, Pemerintah
Republik Indonesia secara resmi kembali ke Yogyakarta. Selanjutnya,
disusul dengan kedatangan para pemimpin Republik Indonesia dari medan gerilya.
Panglima Besar Jenderal Sudirman tiba kembali di Yogyakarta pada tanggal 10
Juli 1949. Setelah pemerintahan Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta,
pada tanggal 13 Juli 1949 diselenggarakan sidang kabinet. Dalam sidang
tersebut, Syafruddin Prawiranegara mengembalikan mandat kepada Wakil
Presiden Moh Hatta. Dalam sidang tersebut juga diputuskan Sri Sultan
Hamengku Buwono IX diangkat menjadi menteri pertahanan merangkap
koordinator keamanan.
d. Konferensi
Meja Bundar
Konferensi Meja
Bundar (KMB) yang berlangsung di Den Haag pada
tanggal 23 Agustus
sampai 2 November 1949, berhasil mengakhiri konfrontasi fisik antara
Indonesia dengan Belanda. Hasil konferensi tersebut yang paling utama adalah
”pengakuan dan penyerahan” kedaulatan dari Pemerintah Belanda kepada
Pemerintah Indonesia tanggal 27 Desember 1949, yang disepakati akan
disusun dalam struktur ketatanegaraan yang berbentuk negara federal, yaitu
negara Republik Indonesia Serikat.
Di samping itu,
terdapat empat hal penting lainnya yang menjadi isi kesepakatan dalam KMB.
Pertama, pembentukan Uni Belanda-Republik Indonesia Serikat
yang dipimpin oleh Ratu Belanda secara simbolis.
Kedua, Soekarno dan Moh.
Hatta akan menjabat sebagai Presiden dan Wakil
Presiden Republik Indonesia
Serikat untuk periode 1949-1950, dengan Moh. Hatta merangkap sebagai
perdana menteri.
Ketiga, Irian Barat masih dikuasasi Belanda dan tidak
dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Serikat sampai dilakukan
perundingan lebih lanjut.
Keempat, Pemerintah Indonesia harus menanggung hutang
negeri Hindia Belanda sebesar 4,3 miliar gulden.
Di satu sisi,
hasil KMB tersebut harus dianggap sebagai sebuah kemajuan. Karena sejak saat
itu Belanda ”mengakui dan menyerahkan” kedaulatan
kepada bangsa
Indonesia. Dengan demikian, secara resmi Indonesia menjadi negara merdeka dan
terlepas dari cengkeraman Belanda. Namun di sisi lain, kesepakatan yang
dihasilkan dalam KMB tidak serta merta menyelesaikan permasalahan bagi
Indonesia. Terlebih bentuk negara federal, yaitu Republik Indonesia Serikat
adalah produk rekayasa van Mook yang suatu saat dapatdijadikan strategi untuk
merebut kembali Indonesia melalui politik devide et impera.
Perjuangan melalui
perundingan, membuktikan bahwa bangsa Indonesia
adalah bangsa yang
cinta damai. Kita tidak mengutamakan kekerasan dalam menyelesaikan
persoalan. Hal ini sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang tercermin
dalam ideologi Pancasila. Kita mengutamakan persatuan dan kesatuan,
mengutamakan musyawarah mufakat. Coba kalian renungkan pernyataan berikut: “Bangsa
Indonesia adalah bangsa yang cinta damai, namun lebih mencintai kemerdekaan”.
3.
Ancaman
terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia
Ancaman adalah setiap usaha dan kegiatan, baik
dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai membahayakan kedaulatan
negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman
terhadap bangsa dan negara Indonesia terdiri atas ancaman militer dan
ancaman nonmiliter. Ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan
kekuatan bersenjata yang terorganisasi serta dinilai mempunyai kemampuan yang
membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan
keselamatan segenap bangsa. Ancaman militer dapat berbentuk agresi,
pelanggaran wilayah, spionase, sabotase, aksi teror bersenjata,
pemberontakan, dan perang saudara. Sementara
itu, ancaman
nonmiliter atau nirmiliter memiliki karakteristik yang berbeda dengan ancaman
militer, yaitu tidak bersifat fisik serta bentuknya tidak terlihat seperti ancaman
militer. Ancaman nonmiliter berbentuk ancaman terhadap ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan.
a. Ancaman
dari Dalam Negeri
Bangsa Indonesia
terdiri atas berbagai suku bangsa dengan latar belakang budaya yang
berbeda-beda. Keanekaragarnan itu seharusnya dapat menjadi sebuah kekuatan yang
dahsyat untuk menangkal semua gangguan atau ancaman yang ingin memecah-belah
persatuan bangsa. Namun, adakalanya
perbedaan suku
bangsa ini dapat menjadi sumber konflik yang dapat menyebabkan
perpecahan sehingga menjadi ancaman bagi Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Ancaman merupakan usaha-usaha yang
membahayakan kedaulatan negara, keselamatan bangsa dan negara.
Potensi ancaman
yang dihadapi NKRI dari dalam negeri, antara lain sebagai berikut.
1)
Disintegrasi bangsa melalui gerakan-gerakan separatis
berdasarkan sentimen kesukuan atau pemberontakan akibat ketidakpuasan
daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat. Gerakan separatis
ini terjadi di beberapa daerah, antara lain di Papua, Maluku, Aceh, dan
Poso. Separatisme atau keinginan memisahkan diri dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia jika tidak diketahui akar permasalahannya dan ditangani
secepatnya akan membuat keutuhan Republik Indonesia terancam.
2)
Keresahan sosial akibat kesenjangan ekonomi dan
ketimpangan kebijakan ekonomi serta pelanggaran hak asasi manusia yang pada
gilirannya dapat menyebabkan huru-hara/kerusuhan massa.
3)
Upaya penggantian ideologi Pancasila dengan ideologi lain
yang ekstrem atau tidak sesuai dengan jiwa dan semangat perjuangan
bangsa Indonesia.
4)
Makar atau penggulingan pemerintah yang sah dan
konstitusional.
5)
Munculnya pemikiran memperluas daerah otonomi khusus
tanpa alasan yang jelas, hingga persoalan-persoalan yang muncul di
wilayah perbatasan dengan negara lain.
6)
Pemaksaan kehendak golongan tertentu yang berusaha
memaksakan kepentingannya secara tidak konstitusional, terutama
ketika sistem sosial politik tidak berhasil menampung aspirasi yang berkembang dalam masyarakat.
7)
Potensi konflik antarkelompok/golongan, baik perbedaan
pendapat dalam masalah politik, konflik akibat pilkada, maupun akibat
masalah SARA.
8)
Melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme yang sangat
merugikan negara dan bangsa karena akan mengancam dan menghambat
pembangunan nasional.
9)
Kesenjangan ekonomi, pemerataan pendapatan yang tidak
adil antarkelompok dan antardaerah.
10) Penyalahgunaan
narkoba, pornografi dan porno aksi, pergaulan bebas, tawuran, dan
lain-lain.
Selain ancaman
yang telah disebutkan di atas, ada juga ancaman yang lainnya, yaitu
cara pengambilan keputusan melalui pengambilan suara terbanyak.
Pengambilan keputusan dengan suara terbanyak dianggap sebagai cara yang paling
demokratis dalam menyelesaikan perbedaan pendapat.
Namun, sering kali
cara ini menimbulkan rasa tidak puas bagi pihak yang kalah sehingga mereka
melakukan pengerahan massa atau melakukan tindak kekerasan untuk memaksakan
kehendaknya.
b. Ancaman
dari Luar Negeri
Ancaman dari luar
negeri yang paling perlu diwaspadai pada saat ini adalah ancaman
nonmiliter. Dengan berakhirnya perang dingin, maka ancaman militer semakin tidak
menjadi perhatian. Namun, tidak berarti ancaman militer tidak terjadi, seperti
pelanggaran wilayah oleh pesawat atau kapal perang negara lain. Potensi
ancaman dari luar lebih berbentuk ancaman nonmiliter, yaitu ancaman terhadap
ideologi, politik, ekonomi, dan sosial budaya.
Ancaman terhadap
ideologi merupakan ancaman terhadap dasar negara dan ideologi
Pancasila. Masuknya ideologi lain, seperti liberalisme, komunisme, dan beberapa dekade terakhir
muncul ideologi yang berbasis agama, semakin
mudah diterima
oleh masyarakat Indonesia di era globalisasi
ini. Nilai-nilai ideologi luar tersebut berbeda, bahkan
terkadang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Apabila kita
tidak mampu menyaring nilai-nilai tersebut, maka dapat
mengaburkan nilai-nilai Pancasila. Contohnya, sikap individualis yang merupakan
perwujudan liberalisme, menjadi ciri masyarakat perkotaan saat ini.
Ancaman terhadap
politik ditunjukkan dengan ikut campurnya negara lain dalam urusan dalam
negeri Indonesia, seperti masalah hak asasi manusia, hukum, pemilihan umum,
dan sebagainya. Sistem politik liberal yang mengutamakan kepentingan
individu atau kelompok menjadi ancaman dalam kehidupan demokrasi
Pancasila. Bentrokan akibat tidak dapat menerima hasil pemilihan umum, serta unjuk
rasa yang berlangsung rusuh merupakan akibat negatif ideologi
liberal. Ancaman terhadap
ekonomi dalam era perdagangan bebas perlu diperhatikan.
Semakin bebasnya
berbagai produk luar negeri yang masuk ke Indonesia, menjamurnya
restoran, investasi asing, dan perusahaan asing, dapat menjadi ancaman ekonomi nasional.
Ketidakmampuan kita dalam menghadapi globalisasi dan perdagangan bebas, dapat
mengakibatkan penjajahan dalam bentuk yang baru. Misalnya, sikap yang
lebih menyukai produksi luar negeri hanya karena gengsi, merupakan
bentuk baru penjajahan bidang ekonomi.
Potensi ancaman
lainnya adalah dalam bentuk penjarahan sumber daya alam melalui
eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkontrol sehingga merusak
lingkungan, seperti illegal
loging, illegal
fishing, penguasaan
wilayah Indonesia, pencurian kekayaan alam, dan penyelundupan
barang.
Ancaman
terhadap sosial budaya dilakukan dengan menghancurkan moral dan budaya bangsa melalui disinformasi,
propaganda, peredaran narkoba, film-film porno,
atau berbagai kegiatan kebudayaan asing yang dapat memengaruhi bangsa Indonesia, terutama
generasi muda.
Adapun,
ancaman terhadap pertahanan dan keamanan, antara lain berupa pelanggaran wilayah oleh kapal atau pesawat
militer negara lain, peredaran
narkoba
internasional, kejahatan internasional, kehadiran kelompok asing yang membantu gerakan separatis, dan
sebagainya.
Berdasarkan
pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa potensi ancaman terhadap keamanan nasional dan
pertahanan negara bisa datang
dari
mana saja. Coba kalian simpulkan, potensi ancaman apa yang paling besar? Pengalaman menunjukkan bahwa
instabilitas dalam negeri sering kali mengundang
campur tangan asing, baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, waspadalah dan pedulilah terhadap lingkungan
kamu.
D. Semangat dan Komitmen Persatuan dan
Kesatuan Nasional dalam Mengisi dan
Mempertahankan NKRI
1.
Upaya Mengisi dan Mempertahankan NKRI
Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus tahun 1945 mempunyai tekad untuk
mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan
serta kedaulatan bangsa dan negara berdasarkan Pancasila
dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena
itu,
dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan
hidup bangsa. Segenap warga
negara
harus selalu menjaga kehormatan bangsa dan negara sebagai bagian dari bangsa dan negara Indonesia. Hal
tersebut dilakukan dalam rangka
mempertahankan
eksistensi negara sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat. Ada atau tidaknya negara ini tergantung dari
rakyatnya sendiri untuk mempertahankan
keberadaannya.
Dalam
Pasal 27 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dijelaskan bahwa setiap warga negara itu
memiliki hak dan kewajiban dalam upaya
pembelaan negara. Bela negara merupakan tekad, sikap, dan tindakan warga negara
yang teratur, menyeluruh, terpadu, dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan
terhadap tanah air, kerelaan berkorban untuk tetap tegaknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Upaya bela
negara selain sebagai kewajiban
dasar
manusia, juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung
jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada
negara dan bangsa.
Semangat
dan komitmen para pejuang tempo dulu dalam meraih kemerdekaan,
dilandasi dengan keteguhan dan keyakinan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa. Hal tersebut
juga masih diperlukan dalam
rangka
mengisi dan mempertahankan NKRI.
Menurut Pasal 30
ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dijelaskan bahwa
setiap warga negara juga mempunyai hak dan kewajiban dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara. Usaha pertahanan keamanan negara itu
dilaksanakan melalui sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (sishankamrata),
yang dilaksanakan oleh TNI dan Polri sebagai kekuatan utama serta rakyat
sebagai kekuatan pendukung. TNI yang terdiri atas angkatan darat, laut, dan
udara merupakan alat negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan
memelihara keutuhan serta kedaulatan negara. Sementara itu, Polri
merupakan alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat yang
bertugas mengayomi, melindungi, dan melayani masyarakat
serta menegakkan
hukum. Dalam Penjelasan UU No. 3 Tahun 2002, dinyatakan bahwa
pandangan hidup bangsa Indonesia tentang pertahanan negara adalah
sebagaimana ditentukan dalam Pembukaan dan Pasal-pasal UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu sebagai berikut.
a.
Kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.
b.
Pemerintah negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
c.
Hak dan kewajiban setiap warga negara, untuk ikut serta
dalam upaya pembelaan negara.
d.
Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Berdasarkan
pandangan hidup tersebut, bangsa Indonesia dalam
penyelenggaraan
pertahanan negara menganut prinsip sebagai berikut.
a.
Bangsa Indonesia berhak dan wajib membela serta
mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara, keutuhan wilayah,
serta keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.
b.
Pembelaan negara diwujudkan dengan keikutsertaan dalam
upaya pertahanan negara merupakan tanggung jawab dan kehormatan bagi setiap
warga yang didasarkan pada kesadaran hak dan kewajiban warga negara serta
keyakinan pada kekuatan sendiri.
c.
Bangsa Indonesia cinta perdamaian, tetapi lebih cinta kepada
kemerdekaan dan kedaulatannya.
d.
Bangsa Indonesia menentang segala bentuk penjajahan dan
menganut politik luar negeri bebas aktif.
e.
Bentuk pertahanan negara bersifat semesta, dalam arti
melibatkan seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional, sarana, dan
prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan
pertahanan.
f.
Pertahanan negara disusun berdasarkan prinsip demokrasi,
hak asasi manusia, kesejahteraan umum, lingkungan hidup, ketentuan
hukum nasional, hukum internasional dan kebiasaan
internasional, serta prinsip hidup berdampingan secara damai dengan
memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.
Keikutsertaan
warga negara dalam upaya bela negara menurut UU No. 3 Tahun 2002 Pasal
9 ayat (2) dapat diselenggarakan melalui hal-hal berikut.
a.
Pendidikan Kewarganegaraan, dimaksudkan untuk membentuk
bangsa Indonesia menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memiliki fokus pembelajaran
pada pembekalan pengetahuan, pembinaan sikap, perilaku, dan pelatihan
keterampilan sebagai warga negara yang demokratis, taat hukum dalam kehidupan
bermasyarakat, mengacu pada kompetensi Kewarganegaraan, yaitu:
1). pengetahuan
kewarganegaraan (civic
knowledge);
2). keterampilan
kewarganegaraan (civic
skills);
3). watak-watak
kewarganegaraan (civic
disposition).
b.
Pelatihan dasar kemiliteran, merupakan usaha untuk
membantu TNI dan Polri dalam menjaga kemanan dan ketertiban negara. Misalnya,
pelatihan dasar militer yang dilakukan di lingkungan perguruan
tinggi, baik sebagai anggota Resimen Mahasiswa (Menwa) atau melalui Pendidikan Pendahuluan Bela
Negara (PPBN).
c.
Pengabdian sebagai Prajurit TNI dan Polri. TNI berperan
sebagai alat
pertahanan negara Republik Indonesia yang
bertugas
mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan
wilayah; melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa;
melaksanakan operasi militer selain perang; dan ikut serta secara aktif
dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan
internasional.
Sementara itu, tugas utama Polri adalah sebagai alat negara yang memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, melindungi,
mengayomi, dan
melayani masyarakat serta menegakkan hukum.
d.
Pengabdian sesuai dengan profesi, merupakan pengabdian
semua warga negara yang sesuai dengan profesi dan kemampuan yang dimilikinya yang dilandasi
kesadaran akan cinta tanah air serta semangat rela berkorban untuk kepentingan
dan kemajuan bangsa termasuk dalam menanggulangi
dan atau
memperkecil akibat yang ditimbulkan oleh perang, bencana alam, dan bencana
lainnya.
Seluruh warga
negara memiliki hak dan kewajiban untuk berpartisipasi atau turut serta
dalam upaya pembelaan negara. Pembelaan negara bukan hanya dilakukan oleh para
pahlawan tempo dulu dalam berjuang meraih kemerdekaan atau dalam mempertahankan
kemerdekaan saja, namun kita semua sebagai pemilik negeri ini sampai kapan pun
harus turut berjuang untuk mempertahankan kedaulatan serta memajukan bangsa.
2. Perwujudan Bela Negara dalam Berbagai Aspek Kehidupan
Upaya pembelaan
negara, pada dasarnya didorong oleh rasa cinta terhadap tanah air, sikap
rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara, serta mampu menempatkan
persatuan dan kesatuan, juga keselamatan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi atau golongan.
Partisipasi
masyarakat dalam upaya pembelaan negara dapat dilakukan dalam berbagai
bidang kehidupan, baik bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan sesuai dengan bidang profesinya masing-masing.
Berikut ini
beberapa contoh partisipasi masyarakat dalam
upaya pembelaan
negara dalam berbagai bidang.
a.
Ideologi
Ideologi negara
kita adalah Pancasila, sebagai warga negara, kita harus memahami
nilai-nilai Pancasila serta mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Wujud partisipasi warga negara dalam membela negara di bidang
ideologi, misalnya percaya dan yakin terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan selalu
menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya
masing-masing,
saling menghormati dan mencintai antarsesama manusia dengan selalu
melakukan kegiatan kemanusiaan, menempatkan persatuan dan kesatuan
dengan mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi,
mengutamakan musyawarah dalam penyelesaian masalah yang menyangkut
kepentingan bersama, melakukan berbagai kegiatan yang mewujudkan
kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial, serta menjaga keseimbangan
antara hak dan kewajiban.
b.
Politik dan
hukum
Mewujudkan
stabilitas politik nasional demi kelangsungan hidup pemerintahan yang
berdaulat, dapat dilakukan dengan turut serta menyukseskan pemilihan umum,
pemilihan kepala daerah (pilkada), pemilihan pemimpin organisasi, dan bentuk
pemilihan lainnya. Kegiatan menyampaikan aspirasi
secara lisan
ataupun tertulis dilakukan dengan sopan, bersikap kritis terhadap segala
permasalahan. Upaya lainnya, dengan memberikan saran atau usul kepada pihak-pihak
yang berwenang, tidak melakukan perbuatan curang atau politik uang (money
politic) dalam mencapai
suatu tujuan. Selain itu, turut melaksanakan kebijakan-kebijakan serta
peraturan perundang-undangan yang
dibuat oleh
pemerintah. Salah satu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah adalah menetapkan
peraturan perundang-undangan tentang pajak. Warga
negara yang
dinyatakan telah memenuhi syarat sebagai wajib pajak, harus membayar pajaknya
sebelum jatuh tempo. Karena salah satu pendapatan
negara yang
digunakan untuk pembangunan nasional diperoleh melalui pajak yang dibayarkan
oleh warga negara. Jika warga negara tidak membayar pajak maka pembangunan
nasional pun akan terhambat.
c.
Ekonomi
Dalam bidang
ekonomi, setiap warga negara dituntut untuk dapat meningkatkan taraf hidupnya
yang lebih baik dalam rangka pemenuhan kebutuhan ekonominya, dengan:
1) bekerja mencari
nafkah;
2) melakukan
transaksi jual beli sesuai dengan kesepakatan bersama dan ketentuan yang
berlaku;
3) mengembangkan
usaha kecil, menengah, dan koperasi agar lebih efisien, produktif, dan
berdaya saing, sehingga dapat membantu pemerintah dalam meningkatkan
devisa bagi negara.
d.
Sosial budaya
Masyarakat
Indonesia yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, memiliki keragaman
suku bangsa, budaya, agama, ras, dan golongan. Oleh karena
itu, kita dituntut untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang ber-Bhinneka
Tunggal Ika dengan: mempererat hubungan baik antarwarga masyarakat dengan
mengembangkan sikap toleransi antar suku bangsa, agama, ras, dan antargolongan;
memberikan bantuan kepada warga masyarakat yang tertimpa musibah bencana alam,
mengalami kemiskinan, anak-anak jalanan, orang-orang cacat, orang-orang lanjut usia/jompo;
mengembangkan bakat dan kemampuan masing-masing seperti dalam bidang seni atau
olahraga sehingga dapat meningkatkan prestasi yang membanggakan dan membawa harum
nama baik daerahnya maupun bangsa; melestarikan adat istiadat dan budaya daerah
sebagai salah satu unsur budaya nasional; memelihara dan melestarikan
lingkungan hidup sehingga terhindar dari bencana alam, seperti banjir atau
longsor.
e.
Pertahanan
dan Keamanan
Dalam mewujudkan
sistem pertahanan keamanan rakyat semesta,
diperlukan
partisipasi dari seluruh lapisan masyarakat. Misalnya, melakukan kegiatan sistem
keamanan lingkungan (siskamling) di wilayahnya masingmasing. Pendidikan
Pendahuluan Bela Negara (PPBN) dapat diintegrasikan ke dalam sistem
pendidikan nasional yang diselenggarakan di sekolah atau di luar sekolah.
Kegiatan pembelajaran dalam semua mata pelajaran, maupun dalam upacara
bendera serta kegiatan ekstrakurikuler, seperti Pramuka, PKS, PMR, penghijauan,
Karya Ilmiah Remaja, dan lain-lain.
Keanggotaan Rakyat
Terlatih (Ratih) sebagai salah satu bentuk keikutsertaan warga negara yang menunjukkan
sifat kesemestaan dan keserbagunaannya dalam penyelenggaraan pertahanan
keamanan negara. Kegiatan Ratih meliputi pertahanan sipil (hansip), perlawanan
rakyat (wanra), keamanan rakyat (kamra), dan resimen mahasiswa (menwa).
Kegiatan
Perlindungan Masyarakat sebagai organisasi masyarakat untuk melakukan fungsi
menanggulangi/memperkecil akibat malapetaka yang
ditimbulkan oleh
perang atau bencana alam. Pengabdian sebagai Prajurit TNI dan Polri, dimana TNI
bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk
mempertahankan kedaulatan negara, keselamatan wilayah, melindungi kehormatan dan
keselamatan bangsa, melaksanakan operasi militer selain perang, dan
ikut serta secara aktif dalam tugas pemeliharan perdamaian regional dan
internasional. Sementara itu, Polri berperan dalam memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat, menegakkan supremasi hukum, serta memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan jelas dan benar!
1.
Apa yang dimaksud dengan bela negara?
2.
Jelaskan perbedaan makna Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 31
ayat (1) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun
1945!
3.
Bagaimana perbedaan peran TNI dan Polri menurut TAP MPR
Nomor VII/MPR/2000?
4.
Mengapa pertahanan negara termasuk bidang pemerintahan
yang tidak diotonomikan kepada pemerintahan daerah?
5.
Mengapa Pendidikan Kewarganegaraan dan Pengabdian sesuai
dengan Profesi merupakan salah satu bentuk bela negara menurut
UU Nomor 3 Tahun 2002?
6.
Berikan masing-masing 3 contoh perwujudan bela negara
dalam bidang politik dan ekonomi!
7.
Jelaskan bahwa dengan membangun prestasi diri merupakan
upaya pembelaan negara!
8.
Jelaskan potensi dan kelebihan yang kalian miliki! Apa
tekad dan komitmenmu untuk membela negara?
Daftar Pustaka
Asshiddiqie, Jimly. 2005. Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia.
Budiardjo, Miriam. 2006. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Budimansyah, Dasim. 2002. Model Pembelajaran dan Penilaian Portofolio. Bandung: Ganesindo.
Chamim, Asykuri Ibn. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan; Menuju Kehidupan yang
Demokratis dan Berkeadaban. Yogyakarta: Majelis Diklitbang
PP Muhammadiyah.
Darmodiharjo, Darji, et.al. 1999. Santiaji Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.
Gaffar, Affan. 2004. Politik Indonesia; Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Ismail, Taufik. (2004). Katastrofi Mendunia; Marxisme, Leninisma, Stalinisma, Maoisme, Narkoba. Jakarta: Yayasan Titik Infinitum.
Kaelan. 2001. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
_________. 2012. Problem Epistemologis Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara. Yogyakarta: Paradigma.
Kansil, C.S.T. 1992. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Khon, Hans. 1961. Nasionalisme; Arti dan Sedjarahnja. Jakarta: PT Pembangunan.
Komalasari, Kokom. 2008. Pendidikan Pancasila: Panduan bagi Para Politisi. Surabaya:
Lentera Cendikia.
MPR RI. 2006. Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Sesuai dengan Urutan Bab, Pasal dan
Ayat. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI.
_________.2006. Bahan Tayangan Materi Sosialisasi Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI.
0 Response to "BAB VI Bela Negara dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia"
Posting Komentar