Makmum Masbuq (Shalat Berjamaah) ke - 5
Shalat Berjama'ah (ke-5)
Assalamu
‘Alaikum Wr Wb
Salam
234, dalam kajian berikut saya akan mengetengahkan hasil dari kegiatan Jihad
Pagi MTA Pusat Surakarta yang memberi pelajaran kepada saya tentang Shalat
Berjamaah bagian yang kelima. Brosur ini saya simpan di sini dengan maksud agar tidak
mudah hilang dan bisa saya buka sewaktu-waktu. Adapun bagi sahabat dan
teman-teman yang menginginkan Brosur Aslinya bisa menghubungi MTA Pusat
Surakarta, atau juga bisa Download di bagian yang saya sediakan.
#brosur_jihadpagi
Ahad, 22
Nopember 2020/07 Rabiul akhir 1442
Brosur
No. : 2030/2070/IF
Shalat
Berjama'ah (ke-5)
-
Ma’mum masbuq
Dari 'Abdullah bin Abu Qatadah dari
ayahnya, ia berkata : Ketika kami shalat bersama Nabi SAW, tiba-tiba beliau
mendengar keributan orang-orang. Setelah selesai shalat, beliau bersabda,
"Ada apa kalian tadi ?". Mereka menjawab, "Kami tergesa-gesa
untuk shalat". Beliau bersabda, "Janganlah kalian berbuat demikian.
Apabila kalian datang untuk shalat, maka hendaklah kalian tenang. Apa yang
kalian dapatkan, maka shalatlah (bersama imam), dan apa yang terlewatkan
(ketinggalan), maka sempurnakanlah". [HR. Bukhari, juz 1, hal. 156]
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ
ﷺ قَالَ:
اِذَا سَمِعْتُمُ اْلاِقَامَةَ فَامْشُوْا اِلَى الصَّلَاةِ وَعَلَيْكُمْ
بِالسَّكِيْنَةِ وَاْلوَقَارِ وَلَا تُسْرِعُوْا، فَمَا اَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا
وَمَا فَاتَكُمْ فَاَتِـمُّوْا. البخارى1: 156
Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW beliau
bersabda, "Apabila kalian telah mendengar iqamah, maka berjalanlah untuk
shalat (berjama'ah) dengan tenang dan tenteram, jangan tergesa-gesa. Apa yang
kalian dapatkan, maka shalatlah kalian (bersama imam), dan apa yang terlewatkan
(ketinggalan) maka sempurnakanlah". [HR. Bukhari, juz 1, hal. 156]
عَنْ اَبِيْ سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ
الرَّحْمٰنِ اَنَّ اَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ
يَقُوْلُ:
اِذَا اُقِيْمَتِ الصَّلَاةُ فَلَا تَأْتُوْهَا تَسْعَوْنَ وَأْتُوْهَا
تَـمْشُوْنَ وَعَلَيْكُمُ السَّكِيْنَةُ. فَمَا اَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا، وَمَا
فَاتَكُمْ فَاَتِـمُّوْا. مسلم 1: 420
Dari Abu Salamah bin ‘Abdur Rahman, bahwasanya Abu Hurairah berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Apabila shalat sudah diiqamati, maka janganlah kalian datang dengan tergesa-gesa, tetapi datanglah berjalan dengan tenang. Apa yang kalian dapatkan, shalatlah (bersama imam), dan apa yang terlewatkan, maka sempurnakanlah”. [HR. Muslim juz 1, hal. 420, no. 151]
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ ﷺ: اِذَا جِئْتُمْ اِلىَ الصَّلَاةِ
وَنَحْنُ سُجُوْدٌ فَاسْجُدُوْا وَلَا تَعُدُّوْهَا شَيْئًا. وَمَنْ اَدْرَكَ
الرَّكْعَةَ فَقَدْ اَدْرَكَ الصَّلَاةَ. ابو داود 1: 236، رقم 893
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah
SAW bersabda, "Apabila kalian datang untuk shalat sedang kami dalam
keadaan sujud, maka bersujudlah kalian. Dan janganlah dihitung (satu rekaat).
Dan barangsiapa mendapatkan satu rekaat, berarti ia mendapatkan shalat
itu". [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 236, no. 893].
عَنْ عَلِيِّ بْنِ اَبِيْ طَالِبٍ
وَمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَا: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ: اِذَا اَتَى
اَحَدُكُمُ الصَّلَاةَ وَاْلاِمَامُ عَلَى حَالٍ فَلْيَصْنَعْ كَمَا يَصْنَعُ
اْلاِمَامُ. الترمذى 2: 51، رقم 588
Dari Ali bin Abu Thalib dan Mu'adz bin
Jabal, mereka berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Apabila seseorang
diantara kalian datang untuk shalat sedangkan imam dalam suatu keadaan, maka
hendaklah ia berbuat sebagaimana yang diperbuat imam". [HR. At-Tirmidzi
juz 2, hal. 51, no. 588]
Keterangan :
Apabila kita menjadi ma’mum masbuq, maka
hendaklah kita berbuat sebagaimana yang diperbuat imam, misalnya : imam dalam
keadaan sujud, maka setelah kita takbiratul ihram lalu sujud sebagaimana yang
diperbuat imam, atau jika imam dalam keadaan ruku' maka setelah kita takbiratul
ihram lalu kita ruku', tetapi yang demikian itu jangan dihitung satu rekaat.
Kemudian setelah imam salam, kita tidak ikut salam, tetapi bangkit berdiri
untuk menyempurnakan rekaat yang ketinggalan tersebut.
Orang yang sudah shalat munfarid maupun
jama'ah, boleh mengikuti shalat jama'ah lagi
عَنْ جَابِرِ بْنِ يَزِيْدَ بْنِ
الْاَسْوَدِ الْعَامِرِيِّ، عَنْ اَبِيْهِ قَالَ: شَهِدْتُ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ
حَجَّتَهُ،
فَصَلَّيْتُ مَعَهُ صَلَاةَ الصُّبْحِ فِيْ مَسْجِدِ الخَيْفِ. قَالَ: فَلَمَّا
قَضَى صَلَاتَهُ وَانْحَرَفَ اِذَا هُوَ بِرَجُلَيْنِ فِيْ اُخْرَى القَوْمِ لـَمْ
يُصَلِّيَا مَعَهُ. فَقَالَ: عَلَيَّ بِـهِمَا. فَجِيْءَ بِـهِمَا تُرْعَدُ
فَرَائِصُهُمَا. فَقَالَ: مَا مَنَعَكُمَا اَنْ تُصَلِّيَا مَعَنَا؟ فَقَالَا: يَا
رَسُوْلَ اللهِ، اِنَّا كُنَّا قَدْ صَلَّيْنَا فِيْ رِحَالِنَا. قَالَ: فَلَا
تَفْعَلَا، اِذَا صَلَّيْتُمَا فِيْ رِحَالِكُمَا ثُـمَّ اَتَيْتُمَا مَسْجِدَ
جَمَاعَةٍ فَصَلِّيَا مَعَهُمْ، فَاِنَّهَا لَكُمَا نَافِلَةٌ. الترمذى 1: 140،
رقم: 219، حديث حسن صحيح
Dari Jabir bin Yazid bin Al-Aswad Al-'Aamiriy, dari ayahnya, ia berkata : Saya ikut berhajji bersama Nabi SAW, lalu saya shalat Shubuh bersama beliau di masjid Al-Khaif. Setelah Rasulullah SAW selesai shalat, beliau mengetahui ada dua orang dari kaum lain yang tidak ikut shalat, maka beliau bersabda, "Suruhlah mereka datang kemari !". Lalu mereka dibawa dalam keadaan gemetar daging rusuk mereka. Beliau bersabda, "Apa yang menghalangi kalian berdua untuk shalat bersama kami ?". Mereka menjawab, "Kami sudah shalat ditempat kami". Beliau bersabda, "Janganlah kalian berbuat demikian. Apabila kalian telah shalat di rumah kalian, kemudian kalian mendapati di masjid sedang shalat berjama'ah, maka hendaklah kalian ikut shalat berjama'ah, karena yang demikian itu menjadi shalat sunnah bagi kalian". [HR. Tirmidzi juz 1, hal. 140, no. 219, ini hadits hasan shahih]
Memutus jama'ah lalu melanjutkannya dengan
shalat munfarid
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: كَانَ مُعَاذٌ
يُصَلِّى مَعَ النَّبِيِّ ﷺ ثُـمَّ يَأْتِى فَيَؤُمُّ
قَوْمَهُ، فَصَلَّى لَيْلَةً مَعَ النَّبِيِّ ﷺ اْلعِشَاءَ ثُـمَّ
اَتَى قَوْمَهُ فَاَمَّهُمْ فَافْتَتَحَ بِسُوْرَةِ اْلبَقَرَةِ فَانْحَرَفَ رَجُلٌ
فَسَلَّمَ، ثُـمَّ صَلَّى وَحْدَهُ وَانْصَرَفَ، فَقَالُوْا لَهُ اَنَافَقْتَ يَا
فُلَانُ؟ قَالَ: لَا، وَاللهِ وَلَاٰتِيَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ
فَلَاُخْبِرَنَّهُ.
فَاَتَى رَسُوْلَ اللهِ، فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنَّا اَصْحَابُ نَوَاضِحَ
نَعْمَلُ بِالنَّهَارِ وَاِنَّ مُعَاذًا صَلَّى مَعَكَ اْلعِشَاءَ ثُـمَّ اَتَى
فَافْتَتَحَ بِسُوْرَةِ اْلبَقَرَةِ. فَاَقْبَلَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ
عَلَى
مُعَاذٍ فَقَالَ: يَا مُعَاذُ اَفَتَّانٌ اَنْتَ؟ اِقْرَأْ بِكَذَا وَاقْرَأْ
بِكَذَا. مسلم 1: 339
Dari Jabir, ia berkata : Dahulu Mu’adz
biasa shalat bersama Nabi SAW, kemudian datang lalu mengimami kaumnya (di
kampung mereka). Pernah pada suatu malam ia shalat ‘Isyak bersama Nabi SAW,
kemudian datang kepada kaumnya lalu mengimami mereka. Ia memulai dengan membaca
surat Al-Baqarah. Maka ada salah seorang berpaling memutus shalatnya kemudian
shalat sendirian, lalu pergi. Kemudian orang-orang berkata kepadanya, “Hai
Fulan, apakah engkau menjadi munafiq ?”. Ia menjawab, “Tidak, demi Allah !
Sungguh aku akan menghadap Rasulullah SAW dan kuceritakan hal ini”. Kemudian ia
datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, “Ya, Rasulullah, sesungguhnya kami
ini orang-orang pekerja, kami bekerja di siang hari, sesungguhnya Mu’adz
setelah shalat ‘Isyak bersama tuan lalu ia datang (mengimami kami). Ia memulai
dengan membaca surat Al-Baqarah”. Lalu Rasulullah SAW berpaling kepada Mu’adz,
beliaiu bersabda, "Hai Mu'adz ! Apakah engkau hendak menjadi tukang
penyusah ? Bacalah surat ini dan ini". [HR. Muslim, juz 1, hal 339, no.
178]
عَنْ جَابِرِ اَنَّهُ قَالَ: صَلَّى
مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ اْلاَنْصَارِيُّ لِاَصْحَابِهِ الْعِشَاءَ، فَطَوَّلَ
عَلَيْهِمْ. فَانْصَرَفَ رَجُلٌ مِنَّا فَصَلَّى. فَاُخْبِرَ مُعَاذٌ عَنْهُ.
فَقَالَ: اِنَّهُ مُنَافِقٌ. فَلَمَّا بَلَغَ ذٰلِكَ الرَّجُلَ، دَخَلَ عَلَى
رَسُوْلِ اللهِ ﷺ فَاَخْبَرَهُ مَا قَالَ مُعَاذٌ.
فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ ﷺ: اَتُرِيْدُ اَنْ تَكُوْنَ
فَتَّانًا يَا مُعَاذُ؟ اِذَا اَمَـمْتَ النَّاسَ فَاقْرَأْ بِالشَّمْسِ
وَضُحَاهَا، وَسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ اْلاَعْلٰى، وَاقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ،
وَالَّيْلِ اِذَا يَغْشٰى. مسلم 1: 340
Dari Jabir bahwasanya ia berkata,
"Mu'adz bin Jabal Al-Anshariy pernah mengimami shahabat-shahabatnya shalat
‘Isyak, ia membaca surat yang panjang. Lalu ada seorang laki-laki diantara kami
yang memutus, lalu ia shalat sendiri. Kemudian Mu’adz diberitahu tentang hal
itu, lalu Mu’adz berkata, “Dia munafiq”. Setelah perkataan Mu’adz itu sampai
kepada laki-laki tersebut, lalu ia menghadap kepada Rasulullah SAW menyampaikan
apa yang dikatakan Mu’adz. Maka Nabi SAW bersabda kepada Mu’adz, "Ya Mu'adz,
apakah kamu hendak menjadi tukang penyusah ? Apabila kamu mengimami orang
banyak, maka bacalah surat Wasy syamsi wa dluhaahaa, atau Sabbihisma robbikal
a'laa, atau Iqro' bismirobbika, atau wallaili idzaa yaghsyaa". [HR. Muslim
juz 1, hal. 340, no. 179]
Keterangan :
Dari hadits tersebut bisa difahami bahwa : Agama memberi kelonggaran bagi seseorang untuk memutus dari jama'ah lalu melaksanakan shalat sendirian melanjutkan kekurangannya apabila dirasanya imam berlebih-lebihan menurut pertimbangan agama dalam shalat tersebut, mungkin surat yang dibacanya terlalu panjang atau karena hal lain yang bersangkutan dengan shalat itu, misalnya :
* Sang imam salah dalam rukun shalat; yang seharusnya ia berdiri untuk
rakaat yang terakhir pada shalat yang empat rakaat, tetapi ia duduk untuk
tasyahhud akhir karena lupa dan walaupun telah diperingatkan dengan ucapan
"subhaanallooh" (bila ma’mumnya laki-laki) atau dengan bertepuk
tangan (kalau ma’mumnya wanita), namun ia tetap duduk. Maka bila terjadi demikian,
ma’mum boleh memilih apakah ia memutus dari shalat jama'ah itu dan melanjutkan
sendiri atau duduk mengikuti imam dan setelah imam salam ia melanjutkan
kekurangan yang satu rakaat tersebut.
*
Atau bila imam tidak tertib dalam menjalankan shalatnya, misalnya ; terlalu
cepat dalam tiap-tiap bacaan maupun perubahan dari rukun ke rukun sehingga
menghilangkan kekhusyu'an dan thuma'ninah shalat tersebut, maka ma’mum boleh
untuk memutus dari jamaah lalu shalat sendiri dengan baik.
Larangan saling mengeraskan bacaan ketika
shalat
عَنْ الْبَيَاضِيِّ اَنَّ رَسُوْلَ
اللهِ ﷺ خَرَجَ عَلَى النَّاسِ وَهُمْ
يُصَلُّوْنَ، وَقَدْ عَلَتْ اَصْوَاتُـهُمْ بِالْقِرَاءَةِ، فَقَالَ: اِنَّ
الْمُصَلِّيَ يُنَاجِيْ رَبَّهُ فَلْيَنْظُرْ بِـمَا يُنَاجِيْهِ بِهِ وَلَا
يَجْهَرْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ بِالْقُرْاٰنِ. مالك فى الموطأ 1: 80
Dari Al-Bayaadliy bahwasanya Rasulullah SAW
keluar mendatangi para shahabat yang sedang shalat (malam), mereka mengeraskan
suara bacaan, maka beliau bersabda, “Sesungguhnya orang yang shalat itu sedang
bermunajat dengan Tuhannya, maka hendaklah ia memperhatikan apa yang ia
munajatkan kepada-Nya, dan janganlah sebagian kalian mengeraskan bacaan
Al-Qur’an atas sebagian yang lain, karena mengganggu yang lain”. [HR. Maalik
dalam Al-Muwaththa’ juz 1, hal. 80]
عَنْ اَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ
قَالَ: اِعْتَكَفَ رَسُولُ اللهِ ﷺ فِي الْمَسْجِدِ،
فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُوْن بِالْقِرَاءَةِ وَهُوَ فِيْ قُبَّةٍ لَهُ، فَكَشَفَ
السُّتُوْرَ، وَقَالَ: اِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلَا يُؤْذِيَنَّ
بَعْضُكُمْ بَعْضًا، وَلَا يَرْفَعَنَّ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ بِالْقِرَاءَةِ،
اَوْ قَالَ: فِي الصَّلَاةِ. احمد 4: 187، رقم: 11896
Dari Abu Sa’id Al-Khudriy, ia berkata : Rasulullah SAW beri’tikaf di masjid, beliau berada di dalam kemahnya, lalu beliau mendengar para shahabat mengeraskan bacaan ketika shalat, maka beliau membuka tirai dan bersabda, “Ketahuilah, sesunguhnya masing-masing kalian sedang bermunajat kepada Tuhan nya, maka janganlah sebagian kalian mengganggu sebagian yang lain, dan janganlah sebagian kalian mengeraskan bacaannya, ketika shalat”. [HR. Ahmad juz 4, hal. 187, no. 11896]
Membaca Al-Fatihah di belakang imam yang
membaca jahr.
Tentang ma'mum wajib membaca Al-Fatihah
atau tidak, apabila Imam membaca dengan jahr, disini ulama' berbeda pendapat.
Masing-masing mempunyai alasan yang secara ringkas sebagai berikut :
1. Golongan pertama berpendapat bahwa
ma’mum wajib membaca Al-Fatihah di belakang imam, meskipun imamnya membaca
jahr, dengan alasan sebagai berikut :
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ:
كُنَّا خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ فِى الصَّلَاةِ الْفَجْرِ
فَقَرَأَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ فَثَقُلَتْ عَلَيْهِ
اْلقِرَاءَةُ. فَلَمَّا فَرَغَ قَالَ: لَعَلَّكُمْ تَقْرَءُوْنَ خَلْفَ
اِمَامِكُمْ؟ قُلْنَا: نَعَمْ هٰذَا يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ: لَا تَفْعَلُوْا
اِلَّا بِفَاتِحَةِ اْلكِتَابِ، فَاِنَّهُ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَـمْ
يَقْرَأْبِـهَا. ابو داود 1: 217، رقم: 823
Dari 'Ubadah bin Shaamit, ia berkata :
Dahulu aku pernah shalat Shubuh di belakang Rasulullah SAW, lalu ketika beliau
membaca, tiba-tiba bacaan beliau menjadi berat (karena terganggu). Maka setelah
selesai shalat, Rasulullah SAW bersabda, "Saya merasa barangkali ada
diantara kalian yang membaca di belakang Imam kalian ?". Kami menjawab,
"Betul ini ya Rasulullah". Beliau bersabda, "Janganlah kalian
berbuat begitu, kecuali membaca Al-Fatihah, karena sesungguhnya tidak sah
shalat bagi orang yang tidak membacanya". [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 217,
no. 823]
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ: صَلَّى رَسُولُ اللهِ ﷺ الصُّبْحَ فَثَقُلَتْ عَلَيْهِ الْقِرَاءَةُ، فَلَّمَا انْصَرَفَ قَالَ: اِنِّيْ لَاَرَاكُمْ تَقْرَءُوْنَ مِنْ وَرَاءِ اِمَامِكُمْ. قَالَ قُلْنَا: اَجَلْ وَاللهِ يَا رَسُوْلَ اللهِ هٰذَا. قَالَ: فَلَا تَفْعَلُوْا اِلَّا بِاُمِّ الْقُرْاٰنِ، فَاِنَّهُ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَـمْ يَقْرَأْ بـِهَا. الدارقطنى 1: 318، رقم: 5. هذا اسناد حسن
Dari 'Ubadah bin Shaamit, ia berkata :
Rasulullah SAW pernah (mengimami) shalat Shubuh, lalu bacaan beliau terasa
berat (karena terganggu). Maka setelah selesai shalat beliau bersabda,
"Sesungguhnya aku merasa bahwa ada diantara kalian membaca di belakang
imam kalian". 'Ubadah bin Shaamit berkata : Kami menjawab, "Demi
Allah, ini betul ya Rasulullah". Beliau bersabda, "Janganlah kalian
berbuat begitu, kecuali membaca ummul Qur'an (Al-Fatihah), karena sesungguhnya
tidak sah shalat bagi orang yang tidak membacanya". [HR. Daraquthni juz 1,
hal. 318, no. 5, ia berkata : Ini sanadnya hasan]
2. Golongan kedua berpendapat, bahwa ma’mum
wajib mendengarkan bacaan Imam, berdasar firman Allah dan hadits-hadits Nabi
SAW.
Firman Allah SWT :
وَاِذَا قُرِئَ اْلقُرْاٰنُ فَاسْتَمِعُوْا
لَه وَاَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ. الاعراف:204
Dan apabila dibacakan Al-Qur'an, maka
dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah agar kalian mendapat rahmat. [QS.
Al-A'raaf : 204]
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ، قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ ﷺ: اِنَّـمَا جُعِلَ اْلاِمَامُ
لِيُؤْتَـمَّ بِهِ، فَاِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوْا، وَاِذَا قَرَأَ فَاَنْصِتُوْا،
وَاِذَا قَالَ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّآلِّيْنَ، فَقُوْلُوا:
اٰمِيْنَ. وَاِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوْا، وَاِذَا قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ،
فَقُوْلُوْا اَللّٰهُمَّ رَبَّنَا وَلَكَ اْلحَمْدُ، وَاِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوْا،
وَاِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوْا جُلُوْسًا اَجْمَعِيْنَ. ابن ماجه 1: 276،
رقم: 846
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah
SAW bersabda, “Sesungguhnya dijadikannya imam itu untuk diturut, maka apabila
imam bertakbir, bertakbirlah kalian, apabila imam membaca, maka diamlah
(mendengarkan), apabila imam membaca “ghoiril maghdluubi ‘alaihim wa
ladldloolliin”, ucapkanlah “aamiin”. Apabila imam ruku’, maka ruku’lah kalian,
apabila imam mengucap, “Sami’alloohu liman hamidah”, maka ucapkanlah,
“Alloohumma robbanaa wa lakal hamdu”, apabila imam bersujud, maka bersujudlah
kalian, dan apabila imam shalat dengan duduk, maka shalatlah kamu sekalian
dengan duduk”. [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 276, no. 846]
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ اِنْصَرَفَ مِنْ صَلَاةٍ جَهَرَ فِيْهَا بِاْلقِرَاءَةِ، فَقَالَ: هَلْ قَرَأَ مَعِيْ اَحَدٌ مِنْكُمْ آنِفًا؟ فَقَالَ رَجُلٌ: نَعَمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ. قَالَ: اِنّيْ اَقُوْلُ مَالِيْ اُنَازَعُ اْلقُرْاٰنَ؟ قَالَ: فَانْتَهَى النَّاسُ عَنِ اْلقِرَاءَةِ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ فِيْمَا جَهَرَ فِيْهِ النَّبِيُّ ﷺ بِاْلقِرَاءَةِ مِنَ الصَّلَوَاتِ حِيْنَ سَمِعُوْا ذٰلِكَ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ. ابو داود 1: 218، رقم: 826
Dari Abu Hurairah, bahwasanya pernah
Rasulullah SAW setelah selesai dari melaksanakan shalat yang beliau baca dengan
jahr (nyaring), lalu beliau bersabda, "Apakah tadi diantara kalian ada
yang membaca bersamaku ?". Lalu ada seorang laki-laki menjawab,
"Betul, ya Rasulullah". Rasulullah SAW bersabda, "Aku bertanya,
mengapa aku dilawan dalam membaca Al-Qur'an ?". (Abu Hurairah) berkata,
"Setelah peristiwa itu orang-orang berhenti dari membaca bersama
Rasulullah SAW diwaktu shalat yang Nabi SAW membacanya dengan jahr setelah
mereka mendengar yang demikian itu dari Rasulullah SAW". [HR. Abu Dawud
juz 1, hal. 218, no. 826]
3. Golongan ketiga berpendapat, bahwa
ma’mum tidak boleh membaca apapun termasuk Al-Fatihah dibelakang imam, baik
imamnya membaca jahr maupun sir; karena menurut pendapat mereka bacaan imam
adalah bacaan ma’mumnya pula, maka dengan bacaan Imam itu sudah mencakup bagi
seluruh ma’mumnya. Dengan alasan sebagai berikut :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ شَدَّادٍ عَنْ
جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ: مَنْ كَانَ لَهُ
اِمَامٌ فَقِرَاءَةُ اْلاِمَامِ لَهُ قِرَاءَةٌ. الدارقطنى 1: 323، رقم: 1
Dari 'Abdullah bin Syaddaad dari Jabir, ia
berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa (shalat) bersama imam,
maka bacaan imam itu menjadi bacaan baginya". [HR. Daraquthni juz 1, hal.
323, no. 1]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ شَدَّادِ بْنِ الْـهَادِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: صَلَّى بِنَا رَسُوْلُ اللهِ ﷺ وَخَلْفَهُ رَجُلٌ يَقْرَأُ، فَنَهَاهُ رَجُلٌ مِنْ اَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ. فَلَمَّا انْصَرَفَ تَنَازَعَا، فَقَالَ: اَتَنْهَانِيْ عَنِ الْقِرَاءَةِ خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ؟ فَتَنَازَعَا حَتَّى بَلَغَ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ: مَنْ صَلَّى خَلْفَ اِمَامٍ فَاِنَّ قِرَاءَتَهُ لَهُ قِرَاءَةٌ. االدارقطنى 1: 324، رقم: 2
Dari 'Abdullah bin Syaddaad bin Al-Haad, dari Jabir bin
'Abdullah, ia berkata : Pernah Rasulullah SAW shalat mengimami kami, sedangkan
di belakang beliau ada seorang laki-laki yang membaca, lalu salah seorang dari
shahabat Rasulullah SAW mencegahnya. Setelah selesai shalat lalu kedua orang
tersebut saling berbantah. Orang yang membaca di belakang Rasulullah SAW itu berkata,
"Mengapa kamu melarangku membaca di belakang Rasulullah SAW ?". Kedua
orang tersebut masih saling berbantah, sehingga hal itu sampai kepada
Rasulullah SAW. Lalu Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa shalat di
belakang imam, maka sesungguhnya bacaan imam itu menjadi bacaan baginya".
[HR. Daraquthni juz 1, hal. 323, no 2]
Keterangan :
Demikianlah tentang membaca Al-Fatihah di
belakang imam yang membaca dengan jahr.
Adapun kami condong kepada pendapat
golongan kedua, yaitu : Bahwa seorang ma’mum dibelakang Imam yang membaca
dengan jahr (nyaring) maka ia wajib diam dan memperhatikan bacaan imam
tersebut, sebagaimana keterangan di atas.
Adapun hadits-hadits yang menjelaskan tidak
sah shalat kecuali dengan membaca Al-Fatihah itu maksudnya ialah :
1. Bagi imam, baik ia membaca jahr atau sirr.
2. Bagi ma’mum yang imamnya membaca dengan sirr atau meskipun jahr tetapi
tidak mendengar (misalnya sebab tempatnya terlalu jauh).
3. Bagi orang yang shalat munfarid (sendirian).
Walloohu a’lam.
Bersambung .......
Brosur yang asli dapat di (download disini)
0 Response to "Makmum Masbuq (Shalat Berjamaah) ke - 5"
Posting Komentar